Kiyai Yahya Staquf: Pancasila Solusi Peradaban Baru Dunia

Katib Aam NU Yahya Cholil Staquf usai bertemu calon wakil presiden Ma'ruf Amin di Jakarta, Senin, 7 Januari 2019.
Sumber :
  • VIVA/Eduward Ambarita

VIVA – Pancasila yang digali oleh Bung Karno dan para pendiri bangsa ini, diyakini sudah bisa menjadi solusi dalam peradaban dunia baru saat ini.

Muhammadiyah Usul Sidang Isbat Dihapus, NU Akan Protes kalau secara Tiba-tiba

Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menyatakan, Pancasila sama sekali bukan lah ideologi yang thagut. Sebaliknya, kata dia, Pancasila justru menggarisbawahi sendi-sendi Islam dalam konteks peradaban manusia.

Menurut pria yang akrab disapa Gus Yahya ini, bukan Islam yang menguatkan Pancasila. Namun justru Pancasila lah yang menguatkan Islam. Pancasila disebut merupakan terjemahan nilai-nilai utama Islam yang menemukan konteks.

Khawatir Malapetaka, NU Desak Israel Buka Akses Masjidil Aqsa bagi Muslim Selama Ramadhan

Baca juga: Menag Minta Umat Muslim Tak Gelar Takbir Keliling

“Orang-orang yang bilang Pancasila thagut itu, ini dia hanya mencari-cari alasan agar bisa memaksa orang lain kembali lagi ke format peradaban sebelum perang dunia pertama. Maka ini akan menjadi malapetaka yang luar biasa bagi peradaban umat manusia," kata KH Yahya Staquf saat hadir dalam 'Inspirasi Sahur: Islam dan Kebangsaan' yang diselenggarakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan (PDIP), Senin 3 Mei 2021.

Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan Buntut Dugaan Kasus Pelecehan Seksual

"Kenapa? Karena seluruh negara bangsa ini disuruh bubar semua untuk bergabung ke dalam satu kekhilafahan seperti dulu. Anda bisa bayangkan kita harus berperang lagi berapa puluh tahun,” sambungnya.

Menurut Gus Yahya, segelintir orang sangat gampang mengecilkan Pancasila dan kemudian melabelinya dengan tuduhan thagut. Baginya, orang demikian adalah yang kurang belajar soal isi Islam dan makna Pancasila. Lanjut Gus Yahya, orang seperti ini biasanya pula tak memperhatikan teks dan konteks.

Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibien Rembang, Jawa Tengah itu menyatakan, bisa dikatakan bahwa Pancasila merupakan terjemahan Islam untuk diterapkan peradaban dunia dalam konteks pasca perang dunia kedua. Dan isinya tidak ada yang bisa dipertentangkan.

“Bahkan menurut saya, Pancasila dengan persis sekali menggarisbawahi sendi-sendi Islam dalam konteks peradaban manusia seluruhnya. Misalnya pembukaan UUD 1945, kemerdekaan hak segala bangsa. Ini adalah basis dari peradaban. Jadi Indonesia lahir sebagai penanda momentum sejarah memberi arah kemana bangsa ini berjuang,” papar Gus Yahya.

Maka itulah, Kiai Yahya Staquf menekankan jika ingin Islam hadir secara membumi di dalam peradaban baru, maka orang Indonesia harus berbicara Pancasila. Ia juga membahas mengenai isu yang kerap dipolitisasi antara Pancasila vs Islam.

Seperti sejarah penghapusan tujuh kata dalam sila pertama pada Piagam Jakarta. Menurutnya, ada yang menganggapnya sebagai sebuah proses negosiasi, yang memang mungkin terjadi. Namun dia pribadi lebih percaya bahwa hal itu merupakan wujud sebuah visi.

"Keyakinan saya, ada visi mendasar dalam hal ini. Karena kalau kita sudah berbicara Pancasila, ngapain masih bicara syariat? Pancasila bilang Ketuhanan Yang Maha Esa, lha itu semua sudah otomatis itu syariat kenapa diperdebatkan lagi? Sehingga tujuh kata ini hakikatnya tidak diperlukan,” kata Gus Yahya.

Dia menjelaskan, bangsa Indonesia sejak awal Pancasila disepakati sudah memiliki pandangna yang visioner. Bahwa semua masyarakatnya, golongan di dalamnya, adalah sejajar. 

"Umat Hindu ya menjalankan syariat Hindu, umat Budha juga dengan syariat Budha, umat Islam ya syariat Islam. Kan sudah jelas itu saya rasa,” tuturnya.

Gus Yahya juga menyebut, ada potensi besar Pancasila sebagai solusi atas masalah dunia. Sebab jika melihat realitas global saat ini, mengerucut kepada satu peradaban tunggal. Batas fisik dan non fisik menjadi tidak relevan, dan potensi konflik semakin mengeras.

"Marilah kita melihat ke seluruh dunia ini, tidak ada tawaran yang lebih baik bagi solusi peradaban kita ini selain Pancasila,” kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya