Wadah Pegawai KPK Sebut TWK Potensi Singkirkan yang Berintegritas

Penyidik KPK Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap.
Sumber :
  • VIVA/ Edwin Firdaus.

VIVA – Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat suara mengenai pemberlakuan tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai cara penilaian alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Kejar Target Pembangunan, Pekerja Proyek IKN Mudik Diantar Pakai Hercules

Wadah Pegawai KPK menilai TWK tidak terlepas dari konteks pelemahan pemberantasan korupsi yang telah terjadi sejak revisi UU KPK atau UU 19 tahun 2019 tentang KPK berlaku.

"Hal tersebut mengingat tes ini dapat berfungsi untuk menjadi filter untuk menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas, profesional serta memiliki posisi strategis dalam penanganan kasus-kasus besar di KPK," kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo kepada awak media, Rabu, 5 Mei 2021.

TPP ASN Pemkot Semarang Akan Dipotong 15 Persen per Hari jika Bolos Usai Lebaran

Yudi lebih jauh mengatakan, sikap Wadah Pegawai KPK terkait TWK sejak awal tertuang dalam surat Nomor 841 /WP/A/3/2021 yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada 4 Maret 2021 serta penjelasan dalam berbagai forum.

Surat itu pada pokoknya berisi pertama, TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis.

Dua 'Bos' Pungli Rutan KPK Minta Maaf Usai Dijatuhi Sanksi Etik Dewas KPK

Kedua, TWK yang menjadi ukuran baru untuk lulus maupun tidak lulus melanggar 28 D ayat (2) UUD 1945 mengenai jaminan   perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja dan bahkan UU KPK itu sendiri. Karena UU KPK maupun PP 41/2020 terkait pelaksanaan alih status tidak mensyaratkan adanya TWK.

"TWK baru muncul dalam peraturan komisi nomor 1 tahun 2021 yang bahkan dalam rapat pembahasan bersama tidak dimunculkan. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan siapa pihak internal KPK yang begitu ingin memasukkan TWK sebagai suatu kewajiban?" kata Yudi.

Ketiga terang Yudi, TWK tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas karena sejak awal tidak jelas konsekuensinya.

Lebih lanjut menurut Yudi, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menyatakan pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN. Hal itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada Selasa kemarin.

Dia menyebutkan, berkaitan dengan hal tersebut sudah seharusnya Pimpinan KPK sebagai pemimpin lembaga penegakan hukum menjalankan putusan MK secara konsisten dengan tidak menggunakan TWK sebagai ukuran baru dalam proses peralihan. Hal itu bisa menyebabkan kerugian hak pegawai KPK.

"Pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dari konteks intsitusi dan aparatur berintegritas dalam pemenuhannya. Segala upaya yang berpotensi menghambat pemberantasan korupsi harus ditolak," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya