DPR Pesimistis Belajar Tatap Muka pada Juli Terlaksana: Masih Bahaya!

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa A
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Rencana pelaksanaan belajar tatap muka (BTM) di sekolah-sekolah pada masa pandemi COVID-19 diprediksi batal karena kualitas proses pembelajaran yang dipertanyakan dan varian baru COVID-19 terus bermunculan serta rentan meluas di Indonesia.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Ledia Hanifa A menjelaskan, pelaksanaan belajar secara daring lebih banyak muncul dampak negatif dibanding tersampaikannya kualitas materi pendidikan secara menyeluruh.

"Kami aja yang di DPR itu juga sudah banyak lost kalau daring, apalagi anak-anak," ujar Ledia di sela forum diskusi bersama wartawan di kota Bandung, Jawa Barat, Jumat, 21 Mei 2021.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Menurutnya, vaksinasi terhadap tenaga pendidik menjadi prioritas sebagai jaminan pelaksanaan BTM dapat terealisasi. Mestinya anak-anak juga divaksin tetapi sementara ini belum tersedia vaksin untuk anak-anak, sehingga didahulukan untuk para guru.

Namun, katanya, melihat perkembangan pandemi di Indonesia dengan kasus penularan terus meningkat dan muncul varian baru COVID-19, pemberlakukan BTM kembali dipertanyakan. "Tetap saja belum tentu Juli ini belum bisa [belajar secara] tatap muka, masih bahaya. Kita evaluasinya berat [untuk] angkatan yang mengalami masa ini," ujarnya.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Dia mengapresiasi gagasan Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan dengan metode pembelajaran hibrida—menggabungkan metode tatap muka dan daring/online. Tetapi konsep itu masih perlu kajian secara mendalam.

Ledia menekankan, jika pemerintah setempat tetap menyelenggarakan belajar secara tatap muka dengan metode hibrida, pola pengajaran harus adil. "Katakanlah yang memilih pembelajaran tatap muka hanya 10 persen siswa, atau sebaliknya yang memilih pembelajaran daring 10 persen, guru tetap fokus perhatian dan persiapan sama baiknya.”

Meski demikian, Ledia mengingatkan juga kenyataan bahwa tingkat putus sekolah meningkat berbarengan dengan kualitas pendidikan yang menurun menyusul tidak tercapainya target kurikulum pendidikan. “Kemendikbud-Ristek harus menguji efektivitas PJJ (pembelajaran jarak jauh), kualitas tenaga pendidik, peserta didik dan materi pembelajaran," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya