Haedar Nashir: Jauhi Politisasi Pancasila untuk Kepentingan Apapun

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir
Sumber :
  • VIVA / Cahyo Edi (Yogyakarta)

VIVA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut bila Pancasila yang sudah menjadi dasar negara dan ideologi negara dikodifikasi dan konsensus nasional adalah Pancasila 18 Agustus 1945. Pancasila disebut Haedar memunyai pengalaman sejarah yang panjang di era orde lama, orde baru, dan setelah reformasi selama dua dasawarsa.

Pesan Penting Haedar Nashir untuk Prabowo Usai Ditetapkan Presiden Terpilih

“Maka bagaimana kita memperingati lahirnya Pancasila itu bukan hanya ritual dan seremonial maupun juga dalam jargon dan retorika,” kata Haedar dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 1 Juni 2021.

Haedar mengajak seluruh warga bangsa untuk mewujudkan Pancasila. Pertama, menerapkan Pancasila dalam kehidupan bernegara, melalui seluruh institusi kenegaraan agar betul-betul menjadikan setiap sila Pancasila sebagai dasar nilai, dasar pijakan mengambil keputusan dan orientasi dalam kebijakan tersebut agar tetap berada di koridor Pancasila.

Muhammadiyah: Prabowo Harus Menyerap Aspirasi Anies, Cak Imin, Ganjar, dan Mahfud

“Pertentangan sering terjadi karena kebijakan-kebijakan negara itu tidak sejalan dengan jiwa, alam pikiran, dan moralitas Pancasila,” tegas Haedar.

Baca juga: Upacara Hari Lahir Pancasila, Jokowi Pakai Baju Adat Tanah Bumbu

Dedie Rachim Kabarkan Idul Fitri Tingkat Kota Bogor Digelar Bersamaan 10 April

Kedua, kata Haedar, Pancasila harus menjadi pedoman hidup berbangsa bagi seluruh komponen dan warga bangsa, termasuk para elit bangsa.

“Pancasila tidak cukup hanya dihapal, menjadi doktrin, dan pemikiran, Pancasila harus kita praktekkan dan kita warga bangsa, elit bangsa dimanapun berada dan dalam posisi apa pun harus menjadi contoh teladan di dalam mempraktekkan Pancasila," kata Haedar.

"Menjadi insan-insan yang berketuhanan yang maha esa, berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi. Kata “ber” menunjukkan kata kerja, artinya Pancasila dijadikan praktik nyata dalam berbangsa dan bernegara,” lanjut Haedar.

Terakhir, sambung Haedar, perumusan Pancasila untuk menjadi bahan sosialisasi dalam kehidupan bernegara jangan mengulangi yang telah terjadi di masa lalu. Kebijakan itu secara sadar atau tidak meyimpangkan Pancasila dari sila-silanya yang substansial menjadi hal-hal yang indoktrinatif di luar substansi yang seobjektif mungkin dari nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

“Jauhi politisasi Pancasila untuk kepentingan apapun, karena kita belajar dari sejarah setiap reduksi, penyimpangan, dan politisasi Pancasila akan menimbulkan ketikdapercayaan pada Pancasila itu sendiri dan pada kebijakan-kebijakan negara yang berkaitan dengan Pancasila semuanya memerlukan ketulusan, kejujuran, jiwa negarawan, wawasan yang luas dan semangat kebersamaan dalam mewujudkan Pancasila sebagai ideologi negara," kata Haedar.

"Jangan membawa Pancasila menjadi sesuatu yang sempit dan jangan juga membawa Pancasila melebihi dirinya itulah Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Tempatkan Pancasila secara proporsional sebagai dasar dan ideologi negara,” kata Haedar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya