Nasib Pinangki di Kejagung, Jamwas: Tunggu Putusan Hukum Tetap

Sidang Kasus Jaksa Pinangki
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Pengadilan Tinggi (PT) DKI telah mengabulkan permohonan banding yang diajukan Pinangki Sirna Malasari (PSM), terdakwa kasus korupsi Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Lalu, bagaimana nasib Pinangki sebagai jaksa?

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, Amir Yanto mengatakan nasib Pinangki sebagai jaksa menunggu kasusnya berkekuatan hukum tetap. Kini, Pinangki masih diberhentikan sementara.

“Menunggu putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap,” kata Amir saat dihubungi VIVA pada Rabu, 16 Juni 2021.

Kejagung Sita Perusahaan Harvey Moeis, Apa Saja yang Dibawa?

Baca juga: Curhat Menkes Budi, Kaget RI Belanja Kesehatan Rp500 Triliun per Tahun

Sementara, Amir menanggapi soal reaksi publik yang mengkritisi potongan atau disunatnya hukuman Pinangki sebanyak 6 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI menjadi 4 tahun penjara. Padahal, putusan pengadilan tingkat pertama divonis 10 tahun penjara.

2 Alasan Kejagung Masih jadi Lembaga Hukum Paling Dipercaya Publik Versi Indikator

Menurut dia, menuntut perkara tindak pidana korupsi (tipikor) merupakan kewenangan teknis di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Namun, Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawas) akan mengawasi dan evaluasi kinerja para jaksa.

“Jamwas tentu saja selalu mendukung segala usaha yang dilakukan bidang teknis yang berusaha meningkatkan kinerja dan public trust,” ujarnya.

Di samping itu, kata dia, Jamwas juga menangani jika ada dugaan penyimpangan  dan perbuatan tercela yang dilakukan oleh Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya.

Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding yang diajukan terdakwa Pinangki. Putusan banding membuat hukuman terpidana kasus yang berkaitan dengan Djoko Tjandra itu, berkurang jauh dibanding putusan hakim pada tingkat pertama.

Hal itu tertuang di dalam Putusan 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa, 8 Juni 2021. Pada putusan tingkat pertama, Pinangki divonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan maka diganti dengan hukuman penjara 6 bulan.

Lalu, putusan tingkat banding memvonis hukuman terhadap Pinangki selama 4 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Jika denda tak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Artinya, lama hukuman bagi Pinangki turun 6 tahun dari sebelumnya.

Dikutip Senin, 14 Juni 2021, dalam direktori putusan pengadilan yang ditayangkan laman Mahkamah Agung (MA), majelis tingkat banding menyebut putusan yang dijatuhkan majelis hakim tingkat pertama terlalu berat.

Hal ini terlihat dari pertimbangan hakim tingkat banding yang tertuang di halaman 141 putusan hakim tersebut. 

Pertimbangan pertama, Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa. Oleh karena itu, ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.

Kedua, Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

Keempat, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini. Kelima, tuntutan pidana jaksa penuntut selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Februari 2021 yang dimintakan banding tersebut harus diubah sekadar mengenai lamanya pidana penjara yang dijatuhkan terhadap Pinangki.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya