Refly Harun Vs Qadari soal Wacana Jokowi 3 Periode

M. Qadari sampaikan gagasan dukung Jokowi 3 periode di Kabar Petang tvOne
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Wacana Jokowi lanjut tiga periode kembali muncul yang disuarakan M. Qadari bersama relawan lainnya yang tergabung dalam Jokowi Prabowo (JokPro) 2024. Munculnya wacana ini memunculkan perdebatan dan banyak juga yang menolaknya.

Hal ini jadi pembahasan dalam Kabar Petang Pilihan tvOne yang menghadirkan penasihat JokPro, M. Qadari dan pakar hukum tata negara Refly Harun. Qadari menjelaskan alasannya total mendukung Jokowi lanjut 3 periode.  Dia tak ada masalah meskipun saat ini elite partai politik hingga Jokowi sudah menyatakan penolakannya.

"Ya nggak papa, saya kan memang dakwahnya ke masyarakat, bukan ke politisi. Kalau masyarakat sudah mendukung, semua nanti akan ikut," kata Qadari, dikutip VIVA pada Selasa, 22 Juni 2021.

Dia menceritakan upaya relawan Projo yang digalang Budi Arie Setiadi jelang 2014 dalam mendukung Jokowi sebagai Presiden RI. Ia bilang saat itu Projo juga kena semprot PDIP terutama dari Tjahjo Kumolo selaku Sekretaris Jenderal DPP PDIP.

Namun, dalam dinamika politiknya, Jokowi akhirnya jadi Presiden RI. Pun, Tjahjo Kumolo menjadi Menteri Dalam Negeri. Dengan kondisi itu, ia menekankan bahwa biasanya elite parpol itu akan normatif. Tapi, akhirnya akan realistis melihat situasi dan kondisi masyarakat.

Dia bicara demikian karena sudah studi di Inggris yang diketahui bahwa politisi itu akan melihat apa yang dinginkan rakyat.

"Karena kalau dia lawan masyarakat, putus dia. Dan, saya kasih ingat bahwa pemilih PDIP di survei SMRC kemarin menunjukkan mendukung 66 persen mendukung Jokowi 3 periode," tutur Qadari.

Qadari menyampaikan itu karena JokPro belum kampanye. Bagi dia, apalagi dengan kampanye maka jumlah pemilih PDIP yang dukung Jokowi 3 periode akan bertambah besar.

“Belum nanti kita kampanye enam bulan, satu tahun ke depan. Jangan-jangan 90 persen pemilih PDIP setuju Jokowi 3 periode. Bagaimana pimpinannya menolak kemauan masyarakatnya atau pemilih. Ya nggak bisa menang pemilu,” ujar Qadari.

Giliran Refly Harun yang menyampaikan pandangannya. Dia menyinggung ucapan Qadari soal sebagian pemilih PDIP yang mendukung wacana Jokowi 3 periode.

"Ya kan itu pemilih PDIP yang hanya salah satu partai di parlemen," ujar Refly.

Belum Refly melanjutkan pembicaraan, Qadari langsung memotongnya.

"Saya tambahkan bang Refly, biar anu, biar jelas. Jadi, survei itu yang setuju 40 persen, yang belum setuju 52 persen. Jadi, saya harus kejar 9 atau 10 persen supaya suara mayoritas mendukung Jokowi 3 periode. Insya Allah bisa, yakin," kata Qadari.

Qadari menyampaikan kembali ngotot Jokowi tiga periode dan diduetkan dengan Prabowo di 2024 agar tak terjadi perpecahan di masyarakat seperti Pilpres 2019. Dengan usulan itu, menurutnya bagus untuk demokrasi.

"Cebong itu kemudian keluar taringnya, kampret keluar cakarnya. Dan, ada yang mati. Jadi menyehatkan demokrasi," ujar Qadari.

Dijagokan Wali Kota Bekasi, Jokowi Ogah Campuri Urusan Kaesang

Refly pun menanggapi pernyataan Qadari. Bagi dia, Direktur Eksekutif Indo Barometer itu sebagai tipe orang yang unik.

"Saya kira dalam konteks ini Qadari termasuk orang yang unik ya. Maksudnya pendapat seperti ini tidak banyak diikuti orang. Tapi, beliau kan yakin akan dipublikasikan," kata Refly.

Jokowi akan Bisiki Prabowo soal Potensi Besar dari Budi Daya Ikan Nila Salin

"Banyak, banyak dong," ujar Qadari merespons Refly.

Pun, Refly menjelaskan mesti membedakan antara aspirasi dan publikasi.

Bungkam Irma Nasdem, Refly: Harusnya Semua Anggota DPR Itu Oposisi Terhadap Pemerintah!

"Jadi, kalau aspirasi itu kita menyerap dari bawah, tapi kalau publikasi itu kita bicara dari top down," jelas Refly.

Bagi dia, wacana lanjut tiga periode ini seperti didesak ke masyarakat. Isu ini berlanjut jadi bahan pertanyaan survei dengan variabel jawabannya hanya ya atau tidak.

"Nah, karena variabelnya dua. Ya dan tidak, saya kira wajar angkanya 44 persen, 50 persen, dan lain-lain," tuturnya.

Refly pun menyinggung belum ada aksi penolakan Jokowi tiga periode. Padahal, aksi ini sah karena merujuk Pasal 7 UUD 1945 bahwa Presiden RI itu maksimal dua periode.

Dia mau menggalang kampanye penolakan Jokowi 3 periode. Alasannya karena kampanye itu sah merujuk Pasal 7 UUD 1945 yaitu Presiden maksimal hanya dua periode.

Refly berharap agar aparat nanti tak mempersoalkan aksi tolak Jokowi tiga periode. 

"Dan, juga tolak Jokowi 3 periode sama sahnya Qadari mengkampanyekan Jokowi-Prabowo untuk 2024. Saya kira itu," ujar Refly.

"Tapi, sekali lagi ruang demokrasi ini mari lah kita jaga dan jangan suka mengkriminalkan. Saya orang paling strong mengatakan jangan suka kriminalisasi terhadap ide dan pikiran atau gagasan," jelas Refly.

Merespons penjelasan Refly, Qadari mempertanyakan anggapan tidak konstitusionalnya wacana Jokowi tiga periode. Ia menekankan dalam wacana ini memiliki pintu dalam Pasal 37 untuk melakukan amandemen UUD 1945.

"Saya bukan ngomong Pasal 7, pintu saya Pasal 37 itu jelas-jelas bahwa amandemen itu diperbolehkan. Kenyataannya UUD ini sudah diajukan perubahan sebanyak 4 kali. Begitu loh," ujar Qadari.

Qadari memprediksi bahwa parpol termasuk PDIP nanti akan realistis setuju dengan amandemen UUD 1945 untuk Jokowi tiga periode. Alasannya, menurut dia tak ada figur yang populer di masyarakat untuk 2024.

Kemudian, Refly menyampaikan argumen dengan menyoroti presidential threshold atau ambang batas mencalonkan pasangan capres dan cawapres yang saat ini masih 20 persen. Padahal, dalam konstitusi, capres dan cawapres milik semua parpol peserta pemilu.

"Dalam pembahasan konstitusi juga tidak ada presidential threshold," lanjut Refly.

Menurut dia, justru dengan presidential threshold justru memunculkan bipolarisasi yang mengeras hingga saat ini di tengah masyarakat.

"Dari praktik di lapangan justru presidential thersold justru memunculkan mudarat yaitu terbelahnya masyarakat kita, bipolarisasi kemudian mengeras hingga saat ini," kata Refly.

"Kalau Qadari memilih jalan Jokowi-Prabowo kan begitu untuk menjawab persoalan bipolarisasi ini, saya memilih jalan untuk menghilanglan presidential threshold dengan tetap mempertahankan konstitusional pasal 7, kira-kira begitu. Dan, ini perbedaan signifikan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya