Sultan HB X Sampaikan Sapa Aruh, Sebut COVID-19 ‘Aji Godhong Aking'

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X
Sumber :
  • ANTARA/Luqman Hakim

VIVA – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Selasa, 22 Juni 2021, menyampaikan pernyataan Sapa Aruh untuk masyarakat di provinsi itu agar disiplin mematuhi protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Sultan menerangkan bahwa peraturan atau regulasi seketat apa pun akan sia-sia jika masyarakat abai. Dia mengibaratkan kondisi dalam peribahasa Jawa yang berbunyi "aji godhong aking" 

"Tak dapat dimungkiri, masyarakatlah yang menjadi subjek pencegahan meluasnya pandemi. Sebaik dan sekuat apa pun regulasi hanya akan menjadi aji godhong aking: tak berarti bagai daun kering, jika diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan sepenuh hati," katanya. 

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Sultan menilai lonjakan kasus COVID-19 karena masyarakat abai. Untuk itu dia meminta kepada masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan dan tetap di rumah saja. 

"Kita harus lila legawa, dengan menyadari sedikit kelengahan bisa memperparah dampak pagebluk (pandemi) ini. Stay at home, tetap tinggal di rumah, menjadi pilihan terbaik saat ini," ujarnya. 

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Sultan berpendapat bahwa tinggal di rumah saja menjadi salah satu tempat untuk meraup pahala. Rumah bisa difungsikan sebagai banyak bentuk seperti tempat bekerja hingga tempat pendidikan anak. 

"Marilah kita jadikan rumah sebagai tempat meraup pahala dalam beribadah, tempat bekerja dalam mengabdi, tempat belajar yang nyaman bagi anak-anak kita. Jika memang demikian, insyaallah, kita dijauhkan dari malapetaka.” 

PPKM Mikro yang diterapkan sekarang, menurutnya, belum dijalankan secara maksimal. Di DIY tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) nyaris menyentuh angka nasional sebesar 2,7 persen. 

pemakaian tempat tidur perawatan atau bed occupancy rate (BOR) yang melebihi angka 60 persen sudah melewati batas aman. Jumlah tenaga kesehatan pun kian terbatas. “Jawabannya harus berupaya menjauhkan diri dari lengah, mangasah-mingising budi, meningkatkan kepekaan diri sebagai basis membangun solidaritas sosial," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya