Pengacara Juliari Tolak JR Matheus Joko: Harusnya Hukuman Tinggi

Penasihat Hukum mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus

VIVA – Terdakwa kasus suap bantuan sosial atau bansos COVID-19, Matheus Joko Santoso (MJS) kerap menyebut mantan Menteri Sosial Juliari Batubara (JB), dalam perkaranya. Bahkan, Matheus Joko mengaku hanya korban dalam kasus tersebut dan sehingga layak mengajukan JC alias Justice Collaborator
Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) itu berdalih, apa yang dilakukan terkait kasus suap yang menjeratnya ini semata hanya menjalankan perintah Juliari.

Hotman Paris Sindir Kubu Amin dan Ganjar: Jangan Nangis Kalau Kalah

Penasihat hukum Juliari, Maqdir Ismail merespon geram hal tersebut. Menurut Maqdir, seharusnya Matheus Joko dihukum tinggi, berdasarkan fakta-fakta persidangan selama ini.

“MJS seharusnya dihukum dengan hukuman tinggi dan permohonannya dikesampingkan. Dengan cara seperti ini orang tidak akan dengan mudah dan gampang seolah-olah mencari perlindungan, seolah-olah adalah korban. Kalau tidak ada OTT, dia (MJS) sudah memegang uang cukup banyak hampir Rp14 miliar. Sedangkan yang lain tidak ada yang pegang uang," kata Maqdir Ismail kepada awak media, Selasa, 22 Juni 2021.

Kasetpres Bicara Sumber Dana Jokowi Bagi Paket Sembako dan Kebiasaan Sejak 2014

Maqdir melanjutkan, permohonan JC yang dilayangkan MJS hanya untuk mengundang perhatian dan melempar kesalahan. Jelas-jelas, kata Maqdir, para saksi vendor bansos mengungkap telah dipalak MJS pada beberapa persidangan sebelumnya.

"Menurut hemat saya MJS tidak pantas untuk mendapat status sebagai JC, karena dia adalah kewenangan pelaku utama terjadinya perkara bansos. MJS tidak bisa disebut sebagai saksi mahkota," katanya.

Baru Kali Ini MK Berani Hadirkan Pemerintah dengan Panggil Empat Menteri, Menurut Pengamat

Maqdir lebih jauh menegaskan, di banyak negara umumnya saksi mahkota digunakan untuk membongkar perkara atau kejahatan terorganisir dan tidak mudah pembuktiannya.

Tetapi Maqdir menyebut, perkara dugaan suap bansos COVID-19 adalah perkara yang mudah dan buktinya cukup jelas. Matheus Joko Santoso tertangkap tangan dengan bukti uang yang nyata serta hasil penyadapan.

Menurut Maqdir, MJS justru aktor sebenarnya dari kasus dugaan suap bansos di Kemensos. Bahkan, dia tertangkap pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK.

Maqdir juga menyebutkan bahwa dari BAP dan keterangan saksi, MJS dan Daning Saraswati juga terlibat hubungan asmara dengan cara hidup dan kesusilaan yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang Indonesia.

Keterangan Maqdir itu diperkuat oleh kesaksian terpidana Harry Van Sidabukke (HVS), pada saat persidangan MJS, yang mengungkap fakta bahwa MJS dan Daning Saraswati memiliki kedekatan personal. MJS pernah memperkenalkan Daning sebagai istri muda kepada HVS.

Secara terpisah dalam persidangan MJS dan HVS juga pernah disebutkan bahwa MJS memberikan modal sebesar Rp 3 miliar untuk pendirian PT Rajawali Parama Indonesia (RPI), salah satu vendor “akal-akalan” dalam proyek bansos yang dimliki oleh Daning.

Selain memperoleh modal usaha untuk mendirikan PT RPI, Daning juga mendapat “jatah” rumah di daerah Cakung Jakarta Timur, mobil Toyota Vios dan Toyota Cross, dan safe deposit box (SDB) BRI senilai 1,8 miliar rupiah.

Di persidangan terpidana HVS sebelumnya juga terungkap fakta bahwa HVS tidak pernah memberikan komitmen fee kepada mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

Dia mengakui, permintaan fee hanya datang atau inisiatif dari MJS. Oleh karena itu, Maqdir menegaskan MJS jelas-jelas terus berupaya menyembunyikan kejahatannya dengan melempar tanggung jawab.

"Saksi seperti MJS ini adalah saksi yang tidak bertanggung jawab. Dia adalah orang mau cari kekayaan dan hidup bersenang-senang, kemudian melemparkan tanggung jawab ke atasan. Makanya saya katakan ini adalah saksi durhaka," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya