Keterisian Tempat Tidur RS di Bandung Capai 94 Persen

Simulasi Penanganan Pasien COVID-19. Foto ilustrasi.
Sumber :
  • VIVA/ Fajar Sodiq

VIVA - Dinas Kesehatan Kota Bandung terus merancang strategi untuk mengatasi lonjakan kasus COVID-19 yang muncul pascalibur panjang untuk menurunkan Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian rumah sakit. Termasuk merancang skema transit pra hospital dan pasca hospital untuk pasien yang kondisi fisiknya sudah terpantau baik.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kota Bandung, Yorisa Sativa, mengungkapkan laporan terakhir saat ini BOR di Kota Bandung sudah menyentuh angka 94,15 persen. Puncak keterisian rumah sakit sangat terasa meningkat pesat dalam dua pekan terakhir.

Keterisian tempat tidur di 29 rumah sakit rujukan dengan sekitar 2.000 tempat tidur sudah terisi 94,15 persen.

Lecehkan Istri Pasien, Oknum Dokter di Palembang Jadi Tersangka

"Meningkat tajam pada saat pasca liburan kemarin. Datanya ini sama di seluruh Indonesia. Tren naiknya seragam,” kata Yori, Jumat 25 Juni 2021.

Baca juga: RS Moewardi Solo Pasang Tenda untuk Tampung Antrean Pasien COVID-19

Polisi Bakal Panggil Pemilik Toko Frame yang Terbakar di Mampang hingga Akibatkan 7 Orang Tewas

Yori menuturkan, dari data yang terpantau keterisian rumah sakit tersebut, 56 persen dihuni oleh pasien asal Kota Bandung. Sedangkan 44 persen lainnya merupakan pasien kasus COVID-19 dari sejumlah daerah di luar Kota Bandung.

Setiap kali BOR di atas standar WHO, yakni sebesar 60 persen maka Kota Bandung selalu cekatan berkoordinasi dengan pengelola rumah sakit untuk menambah kapasitas.

“Di Kota Bandung, alhamdulillah di awal pandemi COVID-19 ketika masih 400-an dari 28 rumah sakit, dan terus meningkat sampai lebih dari seribu,” katanya.

Termasuk dalam beberapa waktu lalu Ketika kasus meningkat dan instruksi dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi sampai ke tingkat Kota. "Kemarin ada arahan, setiap rumah sakit untuk mengonversi atau menambah tempat tidur 30-40 persen. Dan secara total, Kota Bandung alhamdulillah ada penambahan 36 persen. Walaupun tidak merata ada yang kurang dari 30 persen tapi ada juga yang lebih dari 40 persenan penambahannya,” katanya.

Yori memaparkan skema penanganan lainnya yakni dengan merancang tempat perawatan pasca hospital. Konsep ini merupakan solusi untuk mengurangi penumpukan pasien di rumah sakit dengan memanfaatkan gedung lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah atau pun bangunan hotel yang dirancang menjadi ruang perawatan.

Menurut Yori, tempat isolasi pasca perawatan ini dihuni oleh pasien yang secara medis sudah menunjukan perkembangan kondisi fisik semakin membaik. Sehingga perawatan akan dilanjutkan di luar rumah sakit. Namun masih belum diperkenankan pulang ke rumah sebelum pulih total.

“Kita bikin antisipasi bagaimana yang dirawat cepat keluar dan yang butuh cepat masuk. Makanya kita buat strategi tempat isolasi pasca perawatan. Itu kita imbau rumah sakit jika dilihat kondisi fisiknya sudah bagus tapi belum selesai perawatannya. Jadi tidak dulu dipulangkan tetapi kita pindahkan ke tempat isolasi tadi,” katanya.

Masih menurut Yori, saat ini pihaknya tengah mematangkan skema pascahospital. Tim Satuan Tugas Penanganan COVID-19 tingkat kota dan provinsi kini sedang menjajaki sejumlah tempat.

“Sekarang yang pasca hospital sedang dipantau kalau bisa menampung sampai 500 orang. Jadi di satu gedung sehingga koordinasinya lebih mudah,” ujar Yori.

Yori mengungkapkan, skema lain untuk mengatasi lonjakan keterisian yakni dengan menyiapkan konsep pra hospital. Yaitu semacam tempat transit untuk menunggu ruang perawatan di rumah sakit.

“Tujuannya untuk mentransit. Katakanlah ada 200 bed bisa dilayani observasi satu sampai 2 hari intinya sampai rumah sakit kosong,” katanya.

Untuk pra hospital ini, Yori mengungkapkan puskesmas dan klinik menjadi filter awal mendeteksi tingkat gejala yang diderita pasien. Jika tidak terlalu parah maka bisa dirawat di rumah dengan pantauan ketat oleh tim kesehatan puskesmas atau klinik.

“Strategi kedua disaring oleh puskesmas atau klinik, kalau gejalanya tidak terlalu berat maka dipantau dan isolasi mandiri di rumah. Jadi rumah sakit untuk yang betul-betul keadaan gawat yaitu kelompok bergejala kuning atau merah, atau bisa dimasukin dulu ke pra hospital yang kita buat,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya