Anis Matta: Hadapi COVID-19, Agama Sumber Optimisme Bukan Fatalisme

Ketum Partai Gelora Anis Matta
Sumber :
  • Humas Partai Gelora

VIVA – Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, COVID-19 yang saat ini kita hadapi, bukan sekadar soal penyakitnya. Tapi munculnya ketidakpastian informasi.

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Akhirnya, masyarakat dihadapkan pada kondisi psikologis yang akut. Apalagi bermunculan juga informasi hoaks yang ditelan oleh masyarakat. Dokter juga menghadapi persoalan tingkat keyakinan mereka dalam memberikan rekomendasi kepada pasiennya.

Itu dikatakan Anis Matta, dalam keterangan persnya yang diterima VIVA, saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk5 dengan tema "COVID-19 Mengganas: Siapkah Sistem Kesehatan Nasional Menghadapinya?"

Galih Loss sudah Minta Maaf soal Video 'Serigala', Polisi beri Jawaban Menohok

Baca juga: Anggota DPR Minta PPKM Darurat Dijalankan Secara Konsisten dan Tegas

“Walhasil ada serangan besar terhadap optimisme kita, dan persoalan ini saya anggap penting dalam pendekatan keagamaan, karena agama adalah sumber optimisme bukan sumber fatalisme,” kata Anis Matta, dalam keterangannya, Jumat, 2 Juli 2021.

Penghulu dan Penyuluh Dilibatkan Sebagai Aktor Resolusi Konflik Berdimensi Agama

Menghadapi pandemi ini, menurut mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, panduan agama tetap harus digunakan. Sebagai langkah awal, agar menghindarkan diri dari fatalitas. 

"Agama harus jadi sumber optimisme dan otorisasi sains jadi referensi utama menghindarkan disinformasi publik,”  ujarnya.

Apalagi dalam agama terutama Islam, Allah menegaskan bahwa tidak menurunkan suatu penyakit kecuali juga dengan obatnya. Agama, lanjut dia, menyuruh manusia bertawakal kepada Sang Pencipta. 

Termasuk, lanjutnya, mencari kesembuhan dan obat dari penyakit COVID-19 ini. Tawakal, kata Wakil Ketua DPR periode 2009-2014 itu, adalah tetap berusaha menghindari diri dari penyakit dalam hal ini COVID-19. Bukan sekadar pasrah.

"Jadi makna tawakal tak boleh jadi sumber fatalisme, tapi agama justru menjadi sumber optimisme. Di sinilah kita melangkah untuk menghadapi persoalan ini,” katanya. 

“Persoalan paling besar yang kita hadapi pada dasarnya adalah, bukan sekadar pada penyakit baru yang namanya COVID-19 ini, tapi karena tingkat ketidakpastian akibat begitu banyaknya informasi yang simpang siur,” lanjut Anis. 

Sementara Ketua MUI KH Kholil Nafis mengatakan, memang banyak informasi yang membuat kepanikan di tengah-tengah masyarakat. Termasuk ia sempat dibuat panik, saat terpapar COVID-19.

“Ternyata berita-berita itu membuat kita panik, asam lambung saya malah naik dan menjadi tidak nyaman. Orang Ketika divonis kena COVID-19, kita tidak bisa tidur dan masuk rumah sakit, ditinggal keluarganya. Kemudian dikasih berita tentang kematian, dan bagaimana cara dikuburkan, ini yang membuat orang panik,” ujarnya.

Untuk itu, menurut dia, tempat ibadah seperti masjid sebaiknya dijadikan tempat untuk menyampaikan sosialisasi ke masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan, selama PPKM Darurat. Memberi informasi yang jelas terkait COVID-19. Selain untuk ibadah. 

“Saya hampir tiap hari masalah diminta ceramah dan mendoakan yang kena COVID-19. Karena itu, rumah ibadah jangan ditutup, tapi bisa jadi sentra komunikasi penyadaran kepada masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan,” kata KH Kholil.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya