Rencana Amandemen UUD 1945 di Tengah Pandemi Disebut Dagelan Politik

Gedung MPR, DPR dan DPD. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • vivanews/Andry

VIVA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut amandemen terbatas UUD 1945 sebuah dagelan dan mengada-ada. Apalagi wacana itu diembuskan saat Indonesia tengah dilanda pandemi COVID-19 dan menyongsong Pilpres 2024.

2 Keuntungan Bisa Didapat Konsumen dari Konsep Ini

Lucius menduga rencana amendemen itu hanya membuka peluang wacana masa jabatan presiden tiga periode. Pandemi pun dijadikan alasan untuk meniupkan pesimistis soal masa depan bangsa demi mendapatkan dukungan atas proyek tiga periode masa jabatan presiden.

"Menghubungkan pandemi yang berkepanjangan dengan rencana amendemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden jelas mengada-ada karena wacana amandemen sendiri sudah muncul sebelum pandemi," kata Lucius saat dihubungi, Kamis, 19 Agustus 2021.

Ikut UU MD3, Airlangga Tegaskan Golkar Tak Incar Kursi Ketua DPR

Lucius mengatakan tak ada alasan yang masuk akal pandemi yang berkepanjangan akan teratasi melalui perubahan masa jabatan presiden dari 2 periode ke 3 periode. Bayangan pesimistis soal situasi pandemi berkepanjangan yang berdampak pada masalah ketatanegaraan jelas sesuatu yang mengada-ada.

"Seolah-olah dengan itu, bangsa ini tak mampu melakukan perencanaan pemilu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada," kata Lucius.

Elite PDIP Percaya Golkar Tak Akan Nekat Revisi UU MD3

Baca juga: Amandemen UUD 1945 di Tengah Pandemi Dinilai Tak Relevan

Oleh karena itu, dengan atau tanpa pandemi, wacana amendemen konstitusi merupakan rencana MPR periode ini. Sayangnya, wacana amandemen itu sejak awal ditentang publik.

"Sekarang memunculkan alasan baru terkait pandemi. Dikira karena situasi pandemi, publik mungkin bisa berubah dan mendukung rencana amandemen konstitusi," kata Lucius.

Lucius mengatakan, Ketua MPR Bambang Soesatyo berulangkali menegaskan bahwa amendemen konstitusi hanya untuk mengakomodasi wacana haluan negara saja. Meski begitu selalu ada yang meniupkan harapan agar amendemen juga menyasar wacana terkait masa jabatan presiden. Apalagi amandemen merupakan proses politik.

"Artinya potensi amandemen bisa menjadi bola liar untuk mengubah banyak hal masih terbuka. Walaupun sejak awal tak direkomendasikan MPR, tetapi kebutuhan sebagian kalangan untuk mendukung penambahan masa jabatan Presiden adalah fakta lain yang mungkin saja bisa terwujud jika amandemen jadi dilakukan," katanya.

Bagi dia, kecurigaan akan motif politik di balik wacana amendemen memang menjadi sesuatu yang paling dikhawatirkan. Dia menilai motif politik itu jelas tidak mengacu pada kebutuhan nasional atau bangsa.

"Ini hanya urusan para pemburu kekuasaan yang sudah memasang agenda politik demi mempertahankan kekuasaan," tutur Lucius.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soestyo mengatakan telah berbincang dengan Presiden Joko Widodo soal rencana amandemen UUD 1945. Salah satu rencana perubahan terbatas ini adalah menyertakan pokok-pokok haluan negara atau PPHN.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang, mengatakan PPHN ini akan diusulkan melalui Ketetapan atau TAP MPR. PPHN, yang dulu bernama GBHN, merupakan salah satu rekomendasi MPR periode 2014-2019.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya