Densus 88 Cerita Kaitan Erat Jamaah Islamiyah dengan Afghanistan

Ilustrasi penangkapan teroris oleh Densus 88 Polri
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA – Direktur Eksekutif jaringan moderat Indonesia, Islah Bahrawi menilai, Jamaah Islamiyah (JI) adalah salah satu jaringan teroris di Indonesia yang mempunyai resiliensi yang sangat kuat dengan Afghanistan

Rusia Sebut AS Buru-buru Tuduh ISIS Atas Serangan Gedung Konser di Moskow

Dia menambahkan, pengiriman anggota JI ke Afghanistan untuk berlatih militer dan perakitan bom dimulai sejak pertama kali berdiri pada tahun 1992. 

"Di bawah kepemimpinan Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir, JI pada saat itu secara berkala mengirimkan anggotanya ke Afghanistan hingga beberapa angkatan," katanya, Senin 23 Agustus 2021.

100 Orang Masih Hilang Dalam Aksi Penembakan di Gedung Konser Moskow

Kabanops Densus 88 Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Aswin Siregar mengungkapkan hal serupa. Dia menambahkan, hampir semua pelaku bom di Indonesia dari sejak Bom Bali I pada tahun 2000 hingga 2009 adalah alumni Afghanistan. 

Aswin menuturkan, Jamaah Islamiyah hingga kini masih terus bergerak. "Ini sangat memungkinkan mengingat gerakan mereka di bawah permukaan tidak pernah mengendur," kata dia.

Tidak Hanya di Rusia, Ada Deretan Jejak ISIS dalam Aksi Teror di Indonesia

Lebih lanjut dia mengatakan, Jamaah Islamiyah secara aktif membangun jaringan melalui regenerasi, pelatihan dan struktur organisasi yang solid, melalui sistem pendanaan yang memadai. 

Tercatat, mereka berhasil menjaring dana lebih dari Rp100 miliar untuk mendukung operasionalnya.

"Pengungkapan lembaga donasi Syam Organizer sebagai salah satu bejana bagi pendanaan Jamaah Islamiyah oleh Densus 88 dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan betapa kuatnya jaringan ini. Tercatat mereka melakukan penarikan dana dari masyarakat dan mendistribusikannya dalam bentuk tunai melalui kurir-kurir terhadap banyak struktur JI untuk pembiayaan rekrutmen dan pelatihan," ujarnya.

Dana tersebut, kata Aswin juga dialirkan untuk kebutuhan DPO teroris yang berada dalam persembunyian, teroris yang sedang berada di lapangan, termasuk juga kebutuhan teroris yang telah tertangkap kepolisian. 

Dia juga menuturkan, puncak aksi teror kelompok Jamaah Islamiyah terjadi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2009. 

Dia mempertegas kelompok Jamaah Islamiyah mendominasi aksi teror pengeboman, bom bunuh diri maupun penembakan. 

"Para anggota JI yang terlibat dalam aksi-aksi teror tersebut mendapat bantuan dari anggota JI yang lain untuk disembunyikan," tuturnya.

Pada bulan November 2020 telah dilakukan penangkapan terhadap dua DPO kasus Bom Bali I (tahun 2000) dan pelaku utama rangkaian aksi teror di Poso pada tahun 2004 hingga 2006.

Mereka adalah Zulkarnaen alias Aris Sumarsono alias Daud alias Zaenal Arifin alias Abdulrahman dan Taufik Bulaga alias Syafrudin alias Udin Bebek alias Upik Lawanga. 

"Selama bertahun-tahun mereka disembunyikan dengan rapi, melalui jaringan dan pendanaan yang kuat. Bahkan Upik Lawanga dalam persembunyiannya diketahui masih aktif melakukan perakitan senjata dan bahan peledak," katanya.

Menurut dia, geliat Jamaah Islamiyah hingga kini tak pernah mereda. "Berbagai penangkapan yang telah dilakukan oleh Densus 88-AT Mabes Polri hampir selalu beririsan dengan organisasi JI, dan dari tahun ke tahun anggota JI yang ditangkap semakin meningkat," ujarnya.

Dalam tiga tahun terakhir, tegasnya, anggota jaringan Islamiyah berhasil ditangkap sebanyak 25 orang pada tahun 2019, 64 orang pada 2020, dan 133 orang pada tahun 2021 per bulan Agustus ini saja. 

Namun demikian, Densus 88 berpendapat, penindakan terhadap kelompok teroris ini tidak akan pernah ada habisnya jika tidak ada resistensi dari masyarakat. 

Aswin mengimbau bagaimanapun pencegahan harus dimulai dari hulu, yakni dari masyarakat sebagai sasaran rekrutmen utama berbagai kelompok teror.

“Jika masyarakat menolak, jaringan teroris tidak akan menemukan ruang untuk menghidupkan organisasinya dan melaksanakan aksinya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya