Ditolak di Sintang, Begini Sejarah Asal Usul Ahmadiyah

Masjid Al Hidayah milik Jamaah Ahmadiyah di Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Penyerangan Masjid Ahmadiyah di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada Jumat, 3 September 2021 tengah menjadi sorotan. Bagaimana sejarah asal usul Ahmadiyah?

Dinilai Sebagai Alat Propaganda Soeharto, KontraS Minta Penayangan Film G30S/PKI Dihentikan

Dalam peristiwa yang dilatarbelakangi oleh penolakan terhadap aliran itu, ratusan massa melakukan penyerangan dan merusak tempat ibadah milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). 

Meskipun tidak ada korban jiwa dalam insiden itu, terdapat banyak kerusakan pada masjid Ahmadiyah dan terbakarnya sebuah gudang yang terletak di dekat masjid. Untungnya, situasi cepat kondusif usai 300 personel gabungan TNI dan Polri dikerahkan untuk datang dan menanganinya. Lantas, apa itu Ahmadiyah dan bagaimana asal usulnya?

Terungkap! Rahasia di Balik Kecantikan Permadani Persia

Asal usul Ahmadiyah

Mengutip Majelis Ulama Indonesia (MUI), aliran Ahmadiyah adalah aliran yang mengikuti ajaran Mirza Ghulam Ahmad Al-Qodiyani yang berdiri pada tanggal 23 Maret 1889. Mirza Ghulam Ahmad sendiri merupakan pria yang lahir pada 13 Februari 1835 dan meninggal pada 26 Mei 1908.

Mengenang Sejarah Tupperware yang Terancam Bangkrut Usai 78 Tahun Berdiri

Pada tahun 1882, Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa dirinya merupakan seorang Mujaddid atau reformer. Awalnya, pada 4 Maret 1889, Mirza Ghulam Ahmad mengaku dan mengatakan ke masyarakat sekitar bahwa ia menerima wahyu dari Tuhan.

Dalam wahyu yang disebutkannya itu, Tuhan telah menunjuknya sebagai Al-Mahdi Al-Ma’huud yang berarti Imam Mahdi yang dijanjikan. Sejak saat itu lah umat Islam mulai mempercayainya dan mengikuti ajarannya.

Di hari yang sama Ahmadiyan berdiri, Ghulam Ahmad memiliki 20 pengikut dari kota Ludhiana, di mana salah satu di antara mereka adalah Hadrat Hakim Nurudin yang kemudian menjadi Khalifah Al-Masih I, yaitu pemimpin tertinggi Ahmadiyah.

Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad rupanya tidak berhenti di situ. Pada tahun 1890, ia mengaku kembali mendapatkan wahyu dari Allah SWT yang menyatakan bahwa Nabi Isa a.s yang dipercaya umat Islam dan Kristen masih bersemayam di langit, sebenarnya telah wafat.

Ia mengatakan, bahwa Allah akan mengutus Nabi Isa kedua, yakni dirinya, sehingga ia juga menunjuk dirinya sebagai Al-Masih Al-Mau’ud yang berarti Al-Masih yang dijanjikan. 

Beberapa tahun setelah pengakuan menggemparkannya, Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya sudah diangkat oleh Allah sebagai Nabi dan Rasul. Ketiga pengakuannya itu banyak disebutkan dalam buku-buku karyanya sendiri.

Pengikut Ahmadiyah, yang dikenal dengan sebutan Ahmadi atau Muslim Ahmadi, sendiri terbagi menjadi dua, yakni Jemaat Ahmadiyah Qodiyani dan Jemaat Ahmadiyah Lahore. Perpecahan pengikut aliran tersebut disebabkan oleh faktor kepemimpinannya.

Kini, kelompok Jemaat Muslim Ahmadiyah sudah tersebar di lebih dari 185 negara di dunia dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 150 juta orang.

Fatwa MUI

Terkait asal usul Ahmadiyah dan bukti ajarannya, MUI sudah resmi menetapkan fatwa bahwa aliran Ahmadiyah, baik Qodiyani maupun Lahore, merupakan aliran sesat dan menyesatkan yang sudah keluar dari agama Islam.

“Menegaskan kembali fatwa MUI dalam Munas II Tahun 1980 yang menetapkan bahwa Aliran Ahmadiyah berada di luar Islam, sesat dan menyesatkan, serta orang Islam yang mengikutinya adalah murtad (keluar dari Islam),” demikian bunyi salah satu poin fatwa MUI tentang aliran Ahmadiyah.

Selain di Indonesia, aliran Ahmadiyah juga dilarang di berbagai negara lainnya, seperti Malaysia, Brunei, Arab Saudi, Pakistan, dan India.  Itulah asal usul Ahmadiyah dan alasan mengapa kelompok tersebut mengalami penolakan di berbagai negara atau wilayah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya