Tragedi G30S PKI, Luka Sejarah di Benak Keluarga Jenderal Ahmad Yani

Rumah Jenderal Ahmad Yani di Menteng, Jakarta.
Sumber :
  • jakarta.go.id

VIVA – Menelusuri sejarah masa lampau, kekejaman Tjakrabirawa yang secara membabi buta menghabisi seorang Jenderal TNI Ahmad Yani di rumahnya sendiri. Rumah yang terletak di Jalan Lembang Nomor D 58, Menteng, Jakarta Pusat itu menjadi saksi bisu kekejaman dini hari 1 Oktober 1965, pukul 04.35 WIB.

Sejarah pada rumah yang terletak di ujung Jalan Lembang itu masih utuh. Lewat Gerakan 30 September 1965 atau G30S yang didalangi Partai Komunis Indonsia (PKI), Ahmad Yani dibunuh dengan tembakan tujuh peluru yang mengenainya dari belakang.

Pada dini hari sebelum pembantaian itu, pasukan Cakrabirawa berhasil memasuki pekarangan rumah Ahmad Yani melalui pintu belakang. Mereka kemudian mengetuk pintu rumah secara kasar dan seorang pembantu Ahmad Yani bernama mbok Millah membuka pintu.

Sinopsis Film Kupu-Kupu Kertas, Kisah Cinta Amanda Manopo Terhalang Konflik NU dan PKI

Pasukan Cakrabirawa kemudian meminta Millah untuk membangunkan Jenderal Ahmad Yani. Ia tidak berani dan akhirnya putra bungsu Ahmad Yani yang diminta untuk membangunkan ayahnya yang sedang tertidur.

Saat berjalan menuju kamar Jenderal Ahmad Yani, Edi diikuti oleh beberapa anggota Cakrabirawa. Sang Jenderal pun bangun dan menyambangi para Cakrabirawa itu.

Ambil Peran di Film Bertema Sejarah, Amanda Manopo Rasakan Jadi Anak Anggota PKI

Ia kemudian diminta ikut bersama rombongan Cakrabirawa dengan alasan perintah presiden. Ahmad Yani lalu berupaya menyangkal dan mengatakan jika pertemuan dengan presiden baru akan berlangsung pagi nanti.

Ahmad Yani lalu berhasil didesak oleh pasukan Tjakrabirawa untuk ikut pada saat itu. Ia kemudian meminta waktu untuk berganti pakaian sebelum berangkat.

Akan tetapi, pada saat hendak kembali ke kamar untuk mengganti pakaian, Ahmad Yani dicegat dan dipaksa untuk ikut pada saat itu juga. Karena kesal, ia kemudian melawan dan menampar salah satu anggota Cakrabirawa yang memaksanya.

Ia lalu berbalik dan ingin ke kamar. Namun, pada saat hendak menutup pintu, Cakrabirawa lantas menembakinya dari balik pintu.

Hadi, seorang anggota TNI penjaga rumah Ahmad Yani yang kini dijadikan sebagai Museum Sasmitaloka mengungkapkan, bahwa sebanyak tujuh peluru yang ditembakkan saat itu. Dari ketujuh peluru itu, terdapat dua peluru yang bersarang di tubuh Jenderal Ahmad Yani.

"Dua peluru tembus lalu mengenai lukisan bapak (Jenderal Ahmad Yani) pada bingkai sebelah kiri dan satunya mengenai sudut kanan atas lukisan. Sedangkan, tiga peluru lainnya mengenai mengenai lemari, yakni satu di bagian atas dan dua lainnya di bagian bawah lemari," ungkap Hadi sembari menunjuk ke arah lukisan dan lemari, saat ditemui, Selasa 28 September 2021.

Tembakan itu akhirnya membangunkan anak-anak Ahmad Yani lainnya yang sedang tertidur. Sang Jenderal lalu roboh persis di depan pintu.

Ahmad Yani kemudian diseret keluar dari rumah secara tak manusiawi oleh pasukan Cakrabirawa dan disaksikan oleh anak-anaknya yang telah terbangun itu.

Edi kecil yang ketakutan bersembunyi di sisi lain rumah, di bawah mesin jahit karena ketakutan akibat kegaduhan yang dibuat oleh pasukan Cakrabirawa. Saat mendengar nada percakapan Ahmad Yani dengan Cakrabirawa semakin tinggi, Edi kemudian berlari lagi ke tempat lain dan tiba-tiba mendengar bunyi tembakan dilepas.

Untung Mufraeni Yani, salah satu putra Ahmad Yani kemudian bercerita tentang kekejian Cakrabirawa kala itu. Saat ayahnya ditembak, ia mencoba memeluk tapi tak diizinkan oleh anggota Cakrabirawa.

Untung lalu melihat Ahmad Yani diseret keluar dari rumah dengan cara yang keji. Ia melihat sang ayah diseret melalui pintu depan, diletakkan di pinggir jalan, lalu dilemparkan ke dalam mobil.

"Kalau di film (G30S PKI) itu bapak dipegang di tangan baru diseret ya. Kalau waktu itu (saat kejadian) itu bukan tangan tapi kaki. Jadi langsung seret aja," kisah Untung.

Untung bersama kedua kakak perempuannya, Yuni Yani dan Amelia Yani, berupaya mengejar mengikuti Ahmad Yani yang sudah diseret hingga luar rumah. Namun, pada saat hendak keluar, pasukan Cakrabirawa mengacam akan menembak mati siapapun jika ada yang keluar dari rumah.

Peristiwa G30S/PKI merupakan sejarah kelam yang terjadi pada 30 September 1965. Enam jenderal bersama satu kapten harus meregang nyawa karena dibunuh dan dikubur di sebuah sumur yang berada pada daerah Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.

Dalang dari peristiwa keji ini disangkutpautkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Bekas sejarah yang kelam ini berbekas secara rinci dalam benak keluarga Ahmad Yani, terutama anak-anaknya yang melihat peristiwa itu. Luka ini terus mengikuti hingga kekinia, apalagi pada setiap bulan September, jelang peringatan tragedi pembantaian itu.

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya