Alasan Polisi Hentikan Kasus Pemerkosaan Anak di Luwu Timur

Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), Kombes Pol Endra Zulpan
Sumber :
  • VIVA/Irfan

VIVA – Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) menghentikan penyelidikan kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan oleh oknum ASN berinisial SA (43) di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, terhadap tiga anaknya sendiri.

Diduga Cabuli Anaknya Sendiri, Polisi Periksa Petugas Damkar Jaktim

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Komisaris Besar Polisi E Zulpan, melalui siaran persnya menyatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel, tidak ditemukan adanya tindak pidana pencabulan pada tiga anak itu.

Dari hasil penyelidikan, kata dia, kasus itu diberhentikan untuk sementara sampai ditemukan bukti yang kuat.

Ucapan Gila Pelaku Pemerkosaan Siswi SMP di Lampung: Mati Tinggal Buang

"Tidak ada penetapan tersangka pada proses tersebut, karena saat pendalaman kejadiannya tidak ada bukti yang dapat mendukung tentang terjadinya kejadian,"kata Kombes Zulpan dalam keterangan persnya, Jumat, 8 Oktober 2021. 

Polda Sulsel, lanjut Kombes Zulfpan, juga merespons tentang munculnya kembali kasus ini dan sedang hangat dibahas di media sosial. Kasus dugaan kejahatan seksual anak ini dilaporkan oleh RS, ibu ketiga anak yang diduga dicabuli mantan suaminya, SA, yang diketahui sebagai ASN di Inspektorat Pemkab Luwu Timur.

Respons Damkar Jakarta Soal Viral Petugasnya Diduga Cabuli Anak Kandung Sendiri

"Jadi ini kasus lama ya, kasus itu tidak dilanjutkan, karena penyidik tidak menemukan cukup bukti," kata perwira menengah berpangkat tiga bunga melati ini.

Sebelumnya, Penasehat hukum pelapor, Rezky Pratiwi mempertanyakan alasan polisi menghentikan kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan anak oleh oknum ASN berinisial SA (43) di Kabupaten Luwu Timur. Diketahui, penyidik menghentikan penyelidikan kasus ini pada Desember 2019.

Padahal, kata dia, kasus ini harusnya  dilanjutkan agar kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa diungkap secara terang benderang.

"Hingga saat ini, pun posisi kita tetap sama, kasus ini harus dibuka kembali, dan untuk itu Polri mesti membuka kembali dan melanjutkan proses berkas perkara ini," kata dia.
 
Ketiga anak tersebut bersaudara masing-masing berinisial AL (8), MR (6) dan AL (4) yang menjadi korban kekerasan seksual terlapor yang diketahui ayahnya sendiri di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, yang dilaporkan mantan istrinya, selaku ibu para korban pada Desember 2019 lalu.

Menurut dia, perjalanan kasus ini cukup panjang dan baru ramai dibicarakan publik setelah diulas media setelah dihentikan pada Desember 2019. Bahkan, proses hukum dijalani ibu para korban tidak mendapat bantuan hukum dan layanan lainnya.

Memang sejak awal, kata dia, mencari bantuan ke TP2A Lutim, namun tidak mendapat penanganan yang semestinya. Pihaknya pun menduga ada maladministrasi, karena hanya dilakukan proses mediasi yang mempertemukan langsung para korban dengan terlapor selalu ayahnya.

Proses pendampingan pun diduga ada keberpihakan mengigat terlapor merupakan ASN di Inspektorat Pemda setempat. Sehingga asil asesemen tidak objektif. Dan sangat disayangkan hasil asesmen TP2A dijadikan bahan menghentikan penyelidikan.

Penyidik juga menyimpulkan tidak ada luka (hasil visum), dan ibunya dianggap punya waha (ganguan kejiwaan), sehingga argumentasi itu muncul lalu diaminkan Polda Sulsel menghentikan penyidikan saat gelar perkara ulang pada Maret 2020. Sementara dari fakta-fakta baru dikumpulkan saat ini korban mencari keadilan di Kota Makassar, tidak sesuai dengan hasil dari pemeriksaan di Lutim.

"Kenapa menurut kami penting dibuka kembali. Pertama, kasus ini dihentikan sangat awal sekali, prematur. Selang dua bulan setelah dilaporkan, langsung dibuat administrasi pengehentian penyelidikan. Tapi tidak dilakukan pemeriksaan saksi lain, selain para anak, pelapor dan terlapor. Jadi tidak ditemukan petunjuk dari saksi-saksi lain," ungkapnya.

Kedua, lanjut dia, para korban anak tidak didampingi oleh orang tua saat pemeriksaan, bahkan tidak ada pendamping lain, pengacara atau lembaga sosial lainnya. Selain itu, semua proses berlangsung sangat cepat, sehingga penyidik mengatakan tidak cukup bukti.

"Dari pemeriksaan psikolog di Makassar menyimpulkan terjadi kekerasan seksual dilakukan bapaknya. Bahkan ada pelaku lain ikut melakukan itu terhadap ketiga anak ini. Keterangan ini semua seragam, bahkan anak paling kecil bisa memperagakan bagaiamana itu dilakukan mereka," katanya.

Dikonfirmasi terpisah Kepala UPT Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A), Provinsi Sulawesi Selatan, Meisye Papayungan membenarkan kasus ini memang sudah berjalan tiga tahun.

Bahkan kasusnya sudah dihentikan karena dikeluarkan Surat Perintah Perhentian Penyidikan (SP3) dari Polres Luwu Timur pada 10 Desember 2019.

"Kasusnya di hentikan karena tidak cukup bukti, berdasar hasil VeR anak dan visum psykiatry ibu pelapor. Ibunya tidak puas dan melapor lagi ke P2TP2A Makassar. Saat itu minta visum ulang untuk pembanding. Kami pun bersurat untuk mengelar perkara di Polda," kata Meisye.

Kasus ini, kata dia, terkait ibu korban yang melaporkan mantan suaminya SA diduga melakukan kekerasan seksual hingga pencabulan anaknya, hingga mendapat pendampingan hukum oleh LBH Makassar. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya