Larang Jajarannya Main TikTok, Jaksa Agung Dikritik

Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam acara penandatanganan nota kesepahaman.
Sumber :
  • Istimewa.

VIVA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin memerintahkan seluruh jajaran Korps Adhyaksa untuk menghindari kemewahan atau hedonisme. Termasuk, menghindari bermain aplikasi TikTok yang berujung pada sikap hedonisme.

Menyelami Dampak Negatif FOMO pada Pengguna Media Sosial

“Tolong, hindari memamerkan kemewahan atau hedonisme dari kehidupan sehari kita di media sosial. Sekali lagi saya ingatkan, hindari bermain TikTok yang ujungnya adalah hedonisme,” kata Burhanuddin dikutip dari YouTube Kejaksaan Agung RI pada Kamis, 14 Oktober 2021.

Selain itu, Burhanuddin meminta semua jajaran kejaksaan bijaksana dalam menggunakan media sosial sebagai salah satu sarana untuk berkomunikasi. Maka, perhatikan dengan penuh tanggungjawab dan petunjuk yang sudah diterbitkan Jaksa Agung dalam bermedia sosial.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

“Seluruh pegawai wajib memperhatikan etika, adab dan sopan santun dalam menggunakan media sosial,” ujarnya.

Menurut dia, seluruh jajaran kejaksaan harus mencermati dan pahami setiap unggahan di dalam media sosial yang tidak mengandung hal-hal bersifat SAR, radikalisme, kebohongan, berita palsu, menyerang pribadi orang lain atau bertentangan dengan kebijakan institusi pemerintah.

Selain Narkoba, Ini Deretan Kontroversi Selebgram Chandrika Chika

Namun, instruksi Jaksa Agung Burhanuddin soal seluruh jajaran kejaksaan tidak boleh bermain TikTok mendapat kritik. Karena, Burhanuddin dianggap tidak mengikuti perkembangan teknologi informasi.

“Ini akan tertinggal dari perkembangan publik, karena susah juga melarang (mereka menggunakan TikTok). Sekarang hal yang lebih baik dilakukan pengaturan rambu-rambunya dibanding melarang, dirangkul tapi dengan beberapa etika dan aturan,” kata Pengamat Digital Tuhu Nugraha.

Menurut dia, perkembangan aplikasi TikTok saat ini sangatlah pesat, karena orang lelah dengan Instagram yang harus terlihat sempurna, bahagia dan kaya. "TikTok membuat orang bisa tampil apa adanya dan utamanya ada kode etik tak tertulis untuk tidak saling mem-bully," jelas dia.

Sebenarnya, kata dia, Kejaksaan Agung bisa membuat konten yang menarik terkait dengan capaian kinerjanya. Contohnya, TNI juga banyak yang bikin TikTok anggotanya tapi tidak pernah dilakukan di Markas TNI.

“Jadi tidak dilarang tapi lebih bagaimana itu bisa membantu membangun reputasi TNI," ujarnya.

Selain itu, ia melihat Polri juga turut meramaikan konten di TikTok untuk branding image polisi sebagai sahabat masyarakat. Namun, ia mengingatkan terkait mitigasi risikonya jika membuat di lingkungan kantor.

"Iya anggota Polri juga boleh, mereka mau mengejar image polisi sebagai sahabat publik. Ini perlu edukasi tentang mitigasi risikonya," tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya