KPK Beberkan Deretan Dinasti Politik Pemicu Korupsi di Daerah

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dinasti politik merupakan salah satu pemicu utama terjadinya tindak pidana korupsi. Pasalnya, yang mendapat jabatan dari kerabatnya akan melakukan kebiasaan yang sama termasuk melakukan korupsi.

Keluarga SYL Terungkap Ikut Nikmati Uang Korupsi di Kementan, KPK Bilang Begini

"Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah yang kini menjadi salah satu atau mungkin menjadi salah satu pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kepada awak media, Minggu 17 Oktober 2021.

Alex melanjutkan, ketika kepala daerah dipimpin selama beberapa periode oleh kerabat atau keluarga atau dinasti tadi, evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya dipastikan tidak akan berjalan.

Pensiunan Jenderal Bintang 4 Berinisial B Terseret Kasus Korupsi Rp271 T, Siapa Dia?

"Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, Pasti dia akan menutup kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintah, dan cenderung meneruskan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya. itu yang terjadi. kan seperti itu," kata Alex.

Baca juga: Asosiasi Fintech Cabut Keanggotaan Pinjol yang Digerebek Polisi

2 Mobil Harvey Moeis Disita Lagi, Kejagung Juga Usut soal Jet Pribadi

Diketahui teranyar, KPK menangkap dan menetapkan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka suap sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Muba. 

Dodi Reza yang juga mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar merupakan anak sulung dari mantan Gubernur Sumsel dan mantan Bupati Muba dua periode, Alex Noerdin. 

Sebelum Dodi Reza dan Alex Noerdin terdapat sejumlah dinasti politik lainnya yang terjerat korupsi. Berikut sebagian dari daftar panjang tersebut:

1. Dinasti Politik di Probolinggo

Bupati nonaktif Probolinggo, Puput Tantriana Sari ditangkap KPK dalam OTT pada Senin, 30 Oktober 2021.

Puput kemudian ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan atau jual beli jabatan penjabat kepala desa (kades) di Pemkab Probolinggo. 

Tak hanya Puput, KPK juga menjerat suaminya, anggota DPR dari Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin sebagai tersangka. Hasan merupakan mantan Bupati Probolinggo dua periode sejak 2003 hingga 2013. Bahkan, Hasan disebut berperan aktif untuk menentukan syarat dan menampung suap dari para ASN calon penjabat kades. 

Belakangan, KPK menetapkan pasangan suami istri itu sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang. 

2. Dinasti Politik di Cimahi

Wali Kota Cimahi, Atty Suharti Tochija dan suaminya Mohammad Itoch Tochija terjerat kasus suap proyek pembangunan tahap II Pasar Atas Cimahi tahun 2017 yang menelan anggaran Rp57 miliar. 

Itoch yang merupakan Wali Kota pertama Cimahi dan menjabat selama dua periode berperan aktif dalam mengendalikan kebijakan terkait tender dari proyek pembangunan di wilayah Kota Cimahi.

3. Dinasti Politik di Bangkalan

Tim Satgas KPK menangkap ketika itu Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin pada Desember 2014. Fuad Amin lalu menjadi tersangka suap pengadaan gas alam dari bos PT MKS, Antonius Bambang Djatmiko. Fuad Amin juga dijerat atas perkara pencucian uang.

Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara kepada Fuad Amin atau jauh lebih berat dari putusan pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara.

Fuad Amin merupakan Bupati Bangkalan dua periode sejak 2003 hingga 2013. Posisinya kemudian digantikan sang anak, Makmun Ibnu Fuad. Meski demikian, pengaruh Fuad Amin masih sangat besar di Bangkalan. 

4. Dinasti Politik di Klaten

Bupati Klaten, Sri Hartini, saat ditahan KPK karena diduga menerima suap.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

KPK menjerat Bupati Klaten ketika itu, Sri Hartini atas kasus jual beli jabatan pada Desember 2016. Posisi Sri Hartini kemudian digantikan oleh wakil bupati Sri Mulyani. 

Berbeda dengan dinasti politik di beberapa daerah, dinasti politik di Klaten dikuasai oleh dua keluarga. Sebelum menjabat sebagai bupati, Sri Hartini merupakan Wakil Bupati Klaten mendampingi Sunarna. Sementara Sunarna diketahui suami dari Sri Mulyani. 

Sedangkan Sri Hartini istri dari Haryanto Wibowo, Bupati Klaten periode 2000-2005. 

5. Dinasti Politik Kutai Timur

Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek UR Firgasih ditangkap dan dijerat atas kasus suap pekerjaan infrastruktur awal Agustus 2020 lalu.

Saat ditangkap KPK, Ismunandar sedang membawa uang Rp18 miliar ke Jakarta untuk bertemu dengan partai politik lantaran akan maju kembali di Pilkada Kutai Timur. 

Uang miliaran rupiah tersebut dikumpulkan Ismunandar dari para cukong yang mendapat konsensi tambang, hutan dan pekerjaan lainnya dengan kerugian negara yang mencapai Rp2 triliun.

6. Dinasti Politik Kutai Kertanegara

Masih di Pulau Kalimantan, terdapat dinasti politik yang juga terjerembab pusaran korupsi, tepatnya di Kutai Kertanegara (Kukar). Mantan Bupati Kukar Rita Widyasari dijerat atas kasus suap senilai 6 miliar dari pengusaha perkebunan sawit, Hery Susanto Gun alias Abun gratifikasi senilai Rp110 miliar dari para kontraktor. 

Rita telah dieksekusi ke Lapas Perempuan Pondok Bambu untuk menjalani hukuman 10 tahun penjara atas dua perkara tersebut. Saat ini, Rita masih berstatus tersangka pencucian uang. 

Rita merupakan anak Syaukani Hasan Rais yang merupakan Bupati Kukar periode 2001-2010. Syaukani merupakan mantan terpidana korupsi penyalahgunaan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.

7. Dinasti Politik di Kendari

KPK menjerat Wali Kota Kendari periode 2017-2023 Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun, yang merupakan calon gubernur Sulawesi Tenggara dalam kasus suap proyek pekerjaan multiyears pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020. Asrun yang saat itu akan maju dalam Pilgub Sulawesi Tenggara merupakan Wali Kota Kendari periode 2012-2017. 

Ayah dan anak itu dihukum 5 tahun 6 bulan penjara. Namun, MA memutuskan mengkorting hukuman Asrun dan Adriatma menjadi 4 tahun penjara atau berkurang 1 tahun 6 bulan penjara.

8. Dinasti politik di Banten

Gubernur Banten periode 2005 hingga 2014, Ratu Atut Chosiyah dijerat terkait sejumlah kasus korupsi bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana. 
Kakak beradik itu dijerat atas kasus suap kepada Ketua MK saat itu, Akil Mochtar terkait penanganan sengketa pilkada Lebak dan kasus korupsi dalam pengadaan alat kesehatan RS Rujukan Provinsi Banten. 

Ratu Atut divonis 7 tahun pidana atas perkara suap kepada Akil Mochtar dan 5 tahun 6 bulan pidana atas korupsi Alkes.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya