Mahfud ke Korban Pinjol Ilegal: Jangan Bayar, Lapor Polisi!

Menko Polhukam Mahfud MD
Sumber :
  • Reza Fajri/VIVA.

VIVA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menyarankan masyarakat yang meminjam uang ke perusahaan layanan keuangan daring atau pinjol ilegal untuk segera melapor ke polisi. Pinjol ilegal jadi sorotan belakangan ini.

Februari-Maret 2024, Satgas PASTI Blokir 537 Pinjol Ilegal

Dia menyinggung banyak perusahaan pinjol ilegal yang meneror para peminjamnya tanpa aturan. Mereka juga tak memiliki izin operasi yang sah. Bahkan Mahfud bilang, kepada para korban pinjol tidak perlu membayar utang mereka. 

“Kepada mereka yang sudah telanjur jadi korban, jangan membayar. Kalau ada yang tetap dipaksa untuk bayar, jangan bayar karena itu ilegal,” kata Mahfud saat menyampaikan keterangan pers daring usai rapat bersama dengan instansi terkait, Selasa 19 Oktober 2021. 

Tolak Kasih Data Buat Pinjol, Istri di Tebet Jaksel Dianiaya Suami

Baru-baru ini, kepolisian mengungkap sejumlah perusahaan pinjol yang ada di berbagai tempat. Secara hukum, kata Mahfud, beroperasinya para pinjol ilegal itu pun tidak diakui secara perdata. 

OJK Berantas 2.559 Pinjol Ilegal hingga 28 Maret 2024

Sebab mereka pun tidak mengantongi izin dari otoritas terkait, seperti misalnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

“Kalau ada yang tidak membayar, lalu mereka tidak terima, laporkan ke kantor polisi terdekat. Polisi akan memberikan perlindungan," jelas Mahfud. 

Mahfud bilang, pemerintah dan regulator pengawas seperti OJK dan Bank Indonesia (BI) sudah tegas terhadap cerita-cerita miring mengenai pinjol. 

Sementara itu, bagi perusahaan yang telah mengantongi izin, pemerintah pula memberikan keleluasaan agar perusahaan yang dikenal juga istilah finansial teknologi atau fintek ini terus berkembang. 

Namun, ia mengingatkan, para pinjol yang sudah bertindak di luar aturan pun, hukuman sudah menanti. Sebab, berkaitan dengan pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan ataupun terkait UU perlindungan konsumen. Sudah secara perdata tidak sah, Mahfud pun menegaskan, secara pidana mereka bisa dijerat. 

“Kemudian Undang-Undang Perlindungan konsumen, Undang-Undang ITE Pasal 29 dan Pasal 32 ayat 2 dan ayat 3,"  tutur Mahfud.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya