Kamera Tubuh dan Aplikasi Bisa Jadi Pengawas Polisi di Lapangan

Polisi saat amankan demo omnibus law di Jakarta
Sumber :
  • VIVA / Muhammad Solihin

VIVA – Aksi kekerasan dan penyimpangan yang dilakukan anggota polisi kemudian viral di media sosial membuat sorotan tertuju ke Polri. Meski sudah mencoba, Polri diharapkan bisa lebih melakukan pendekatan yang lebih komprehensif. 

Satgas Pangan Polri: Pasar Murah Harus Digencarkan Jelang Lebaran di Kalteng

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyampaikan disorotnya Polri karena fenomena masyarakat yang saat ini sudah mengandalkan media sosial.

"Dengan keterbukaan informasi melalui berbagai platform media sosial, penilaian masyarakat akan langsung mengarah pada institusi. Inilah mengapa perubahan aspek kelembagaan perlu pendekatan yang lebih komprehensif,” kata Trubus, dalam keterangannya, Kamis, 21 Oktober 2021.

Irjen Agung Setya Kerahkan 12.092 Personel Gabungan Amankan Mudik Lebaran 2024 di Sumut

Dia menjelaskan, aspek kelembagaan yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengawasan. Ia menekankan, fungsi pengawasan ada di wilayah masalah service delivery yang tengah disorot karena ada kekerasan. 

“Contohnya kemarin tindakan bantingan yang dianggap berlebihan. Kemudian laporan yang tidak diproses atau dihentikan secara tidak relevan," jelasnya.

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Photo :
  • dok Polri

Pun, ia menyinggung ada aspek permasalahan inti yang disorot yakni social relations. Menurut dia, hal tersebut mesti ditempuh dengan reformasi kultural dan bisa menjadi tindak lanjut Kapolri.

“Cakupan ini harusnya menjadi tindak lanjut Kapolri, setelah melakukan lomba mural akhir Oktober ini. Kegiatan itu kan menampung kritik masyarakat, tindak lanjutnya masukan tersebut harus dikelola ke dalam, semacam, kaidah etik bagi SDM Polri,” tutur Trubus.

Kemudian, ia menyebut dalam persoalan ini juga perlu melibatkan stakeholder terkait seperti Komisi III DPR dan Kompolnas. Selanjutnya, melakukan perbaikan tata kelola operasional. 

Bagi Trubus, poin kritis operasional mencakup perlunya optimalisasi sinkronisasi data secara digital. Dengan aplikasi itu bisa menangkap rekam jejak anggota mulai kehadiran hingga melaksanakan tugas.

“Diperlukan semacam aplikasi digital, yang dapat menangkap rekam jejak anggota mulai dari kehadiran, saat melaksanakan tugas, hingga selesai bertugas," sebutnya.

"Bahkan, ketika sedang tidak bertugas pun dapat tetap memberikan kontribusi laporan, karena aplikasi tersebut harusnya sangat canggih dapat terkoneksi dengan petugas yang sedang aktif bertugas dan posisinya diketahui,” jelasnya.

Dia menekankan, referensi aplikasi seperti itu sudah ada seperti transportasi online. Pun, ia bilang untuk melengkapi aplikasi tersebut bakal lebih canggih jika disertai pelaksanaan operasional dengan menyematkan kamera (body camera). 

Dengan demikian, teknologi model pengawasan ini bisa jadi alat bukti rekam jejak jika terjadi pelanggaran di lapangan.

Sementara, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti juga mengusulkan agar setiap anggota polisi dipasangi kamera di tubuhnya. Cara ini maksudnya untuk mengawasi tindakan polisi di lapangan.

"Saya juga melihat perlunya dipertimbangkan penggunaan body camera dan dashboard camera. Di satu sisi dapat mengawasi tindakan anggota di lapangan, di sisi lain dapat dijadikan sebagai akuntabilitas bagi masyarakat," tutur Poengky. 

Dia membandingkan penerapan di sejumlah negara maju seperti di AS dan Inggris. "Penggunaan teknologi body camera dan dashboard camera dianggap mampu menurunkan kekerasan berlebihan yang dilakukan aparat kepolisian," ujarnya.

Kemudian, ia juga mendorong anggota yang melanggar agar diproses dan disanksi. Menurutnya, hal ini penting dengan diawali pimpinan Polri memberi contoh yang baik bagi seluruh anggota.

“Selain itu, jika ada anggota yang melakukan pelanggaran, harus segera diproses dan ada punishment sebagai efek jera. Pimpinan juga harus memberikan contoh tindakan yang baik bagi seluruh anggota," tuturnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (ST) tentang tindak tegas terhadap anggota yang melanggar. Telegram yang diterbitkan kapolri ini setelah hebohnya kasus oknum polisi membanting mahasiswa di Kabupaten Tangerang, Banten.

Dalam telegram itu, Kapolri Sigit mengintruksikan para kapolda menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran secara berlebihan. Adapun telegram itu bernomor ST/2162/X/HUK2.9/2021 dan ditandatangani oleh Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. 


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya