Kejaksaan Agung Selesaikan Ratusan Perkara Lewat Restorative Justice

Jaksa Agung ST Burhanuddin
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA - Jaksa Agung, ST Burhanuddin, menyatakan bahwa penerapan mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif di Kejaksaan agar dapat diterapkan dengan baik dan profesional. Ia menyampaikan restorative justice adalah upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban.

Survei LSI: Mayoritas Rakyat Percaya Kejagung Bakal Usut Tuntas Kasus Korupsi Rp 271 T

"Sampai dengan 18 Oktober 2021, tercatat sebanyak 313 perkara berhasil diselesaikan dengan restorative justice," kata Burhanuddin kepada wartawan, dikutip pada Sabtu, 23 Oktober 2021.

Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Survei LSI: Kepercayaan Publik terhadap Kejaksaan Naik Jadi 74 Persen

Keadilan Korban

Burhanuddin menuturkan restorative justice diperlukan agar keadilan korban yang terenggut dapat benar-benar dipulihkan sehingga tidak menyisakan rasa dendam. Dia pun memerintahkan Bidang Pengawasan untuk turut mengawasi.

PYCH Binaan BIN Buat Kegiatan Rutin di Papua: Pengembangan Wisata hingga Usaha

"Untuk itu jangan pernah saudara melakukan tindakan tidak terpuji dalam melaksanakan RJ (restorative justice)," katanya lagi.

Mengedepankan Mediasi

Pendekatan mekanisme hukum tanpa dibawa ke meja hijau dikenal sebagai restorative justice. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengedepankan pendekatan mediasi antara pelaku dengan korban.

Burhanuddin telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.

Jaksa Agung ST Burhanuddin

Photo :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Dalam pasal 5 aturan itu, disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus  ribu rupiah.

Masih Utamakan Legalitas Formal

Burhanuddin mengakui bahwa upaya penegakan hukum saat ini masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat.

"Tak kaget apabila banyak masyarakat yang memandang bahwa penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya