Logo BBC

Stagnasi Pendidikan Menyerang Anak-anak dari Ekonomi Rendah

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

"Jenis pekerjaan orang tua juga menentukan apakah mereka bisa hadir pada aktivitas belajar anak," tuturnya.

Ulfah berkata, orang tua yang tak memiliki privilese untuk bekerja dari rumah, terutama mereka yang berkerah biru seperti buruh, kurir, dan asisten rumah tangga, cenderung tak dapat mengisi kekosongan yang ditinggal guru.

Cerita buruh

Lelly, mantan pekerja migran di Tulungagung, Jawa Timur, sebelum pandemi memilih menyekolahkan anak-anaknya di pondok pesantren. Dalam sistem pendidikan berbasis asrama, Lelly bisa terbebas dari beban mengajari anak-anak.

Dengan bekal pendidikan, Lelly berharap ketiga anaknya bisa meraup masa depan lebih baik ketimbang dirinya yang bahkan tidak tamat SD.

Lelly yang sempat bekerja tanpa dokumen resmi di China kini tak bisa lagi merantau ke luar negeri karena pengiriman TKI mandek selama pandemi. Untuk bertahan hidup, Lelly bekerja lepas dengan menggoreng bawang merah di UMKM di desanya.

"Kalau bisa anak-anak dapat pekerjaan yang lebih bagus dari saya. Saya buruh, kerja paling sehari dapat Rp60 ribu, itu cuma bisa buat makan. Seminggu bahkan bisa tiga hari tidak bekerja jadi tidak ada pemasukan," ujar Lelly.

Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud menyebut standar kualitas pendidikan di Indonesia mundur hingga enam bulan selama proses `belajar dari rumah`.

Sementara itu, menurut Bank Dunia, sistem belajar daring memicu ketimpangan kemampuan akademik antara siswa dari keluarga miskin dan keluarga kaya hingga 10%.

"Semua anak berisiko mengalami learning loss tapi efeknya akan lebih parah pada anak dari keluarga dengan kemampuan ekonomi rendah, yang tidak punya privilese," kata Ulfah dari Smeru.

"Pada akhirnya, merujuk pada penelitian global, itu akan berdampak pada masa depan anak," ucapnya.

Jurang antara si kaya dan si miskin

Pakar pendidikan, Doni Koesoema, memprediksi puncak dampak negatif ketimpangan ini akan terjadi dalam satu dekade ke depan.