Jaksa Agung Mau Hukum Mati Koruptor, Vonis Pinangki Jadi Sorotan

Jaksa Pinangki
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengaku sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurut dia, perbuatan para koruptor bukan hanya merugikan uang negara tapi berdampak luas kepada masyarakat.

Anak Buah SYL Video Call Bahas 'Orang KPK' dan 'Ketua': Siapin Dolar Nanti Kami Atur

Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari Universitas Pakuan Bogor, Yenti Garnasih mengatakan penerapan hukuman pidana mati bukan kewenangan Jaksa Agung. Menurut dia, Kejaksaan hanya bisa melakukan penuntutan tapi yang memutuskan adalah majelis hakim.

"Kalau pidana mati itu urusannya bukan di Jaksa Agung, tapi urusannya pada hakim. Jaksa hanya menuntut kan, tapi apakah nanti bisa dilaksanakan atau tidak, dijatuhkan atau tidak itu tergantung hakim," kata Yenti saat dihubungi wartawan pada Senin, 1 November 2021.

Ratusan Karyawan PT PRLI Demo Lagi, Minta MA Lakukan Penggantian Majelis Hakim

Menurut dia, penerapan pidana mati memiliki sejumlah risiko yang harus diperhitungkan secara matang. Misalnya, ketika uang para koruptor berada di luar negeri sehingga menyulitkan penegak hukum untuk merampasnya, kecuali negara itu menerapkan hukuman yang sama yakni pidana mati juga.

"Misalnya Indonesia menerapkan hukuman mati bagi pelaku korupsi, harta kekayaannya ada di Malaysia atau Singapura yang juga menerapkan hukuman mati sebagaimana beberapa negara yang juga demikian, kita minta bantuan ke sana itu oke saja," ujarnya.

Biaya Ultah Cucu SYL Minta Di-reimburse Kementan, Pegawai Menolak Terancam Dimutasi

Kemudian, kata dia, ketika Indonesia menerapkan hukuman mati dan harta kekayaan yang disita ini belum selesai proses perampasannya. Maka, ketika minta tolong ke negara yang tidak menerapkan hukuman mati itu bisa saja ditolak.

“Karena enggak bisa, kan negara saya dan negara anda berbeda prinsip. Sebab, kami tidak lagi menganut pidana mati, namun negara anda menganut pidana mati,” ucapnya.

Hukuman Pinangki Dipertanyakan

Justru, Yenti mempertanyakan ketegasan Jaksa Agung dalam kasus mantan Jaksa Pinangki Sirna Marasari yang masih terdapat ketidakadilan. Pinangki terlibat dalam kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk buronan terpidana Djoko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra).

"Terkait Pinangki, ya itulah setiap pertanyaan yang seharusnya disadari oleh Kejaksaan Agung dan para penegak hukum yang lain. Jika mereka mengambil langkah-langkah yang tidak adil karena orang tersebut bagian dari Korpsnya sendiri, bahkan malah ada pengurangan bukannya dihukum maksimal. Itu kan menunjukkan bahwa dia tidak bisa menegakkan hukum dengan objektif," ucapnya.

Apalagi, kata dia, Kejaksaan Agung merupakan lembaga penegakan hukum yang seharusnya bisa menegakkan keadilan. Harusnya, lanjut Yenti, pejabat tertentu jika melakukan tindak pidana sesuai KUHP itu ada hukuman pemberatnya.

“Ini malah (Pinangki) seakan-akan meringankan. Jadi itu seperti duri dalam daging. Semakin ketahuan bahwa sekarang galak ya, tapi terhadap korpsnya sendiri yang harusnya diperberat malah enggak gitu. Nah diejek nantinya kan?,” katanya lagi.

Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung Burhanuddin mengaku sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurut dia, perbuatan para koruptor bukan hanya merugikan uang negara tapi berdampak luas kepada masyarakat.

“Kami sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud, tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai Hak Asasi Manusia,” kata Burhanuddin melalui keterangannya pada Kamis, 28 Oktober 2021.

Ia menyebut kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung tidak hanya merugikan keuangan negara tapi juga berdampak luas bagi masyarakat, yakni kasus korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Jiwasraya dengan kerugian Rp16,8 triliun dan PT Asabri nilai kerugian Rp22,78 triliun.

“Perkara Jiwasraya menyangkut hak orang banyak dan hak pegawai dalam jaminan sosial. Begitu juga perkara korupsi di Asabri, terkait hak seluruh prajurit dimana ada harapan besar untuk masa pensiun dan masa depan keluarga mereka di hari tua,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya