10 November Diperingati Sebagai Hari Pahlawan, Ini Sejarahnya

Film spesial Hari Pahlawan 'Merdeka atau Mati Soerabaia 45’ di tvOne
Sumber :
  • IG @tvonenews

VIVA – Hari Pahlawan diperingati setiap tanggal 10 november. Tahun ini, hari Pahlawan jatuh pada besok Hari Rabu, 10 November 2021.Hari Pahlawan merupakan salah satu bagian penting dalam sejarah. Hari Pahlawan mengingatkan kita dalam semangat juang rakyat Indonesia, khususnya Surabaya dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Bagaimanakah sejarah Hari Pahlawan ini? Simak selengkapnya berikut ini.

8 Jenderal Pejabat Utama TNI AU Diganti, 2 Kolonel Melejit Pecah Bintang

Sejarah Hari Pahlawan

Meme Peringatan Hari Pahlawan

Photo :
  • Twitter
Degradasi di Depan Mata, Ini Pesan Widodo Cahyono Putro untuk Arema FC

Hari Pahlawan ditetapkan untuk memperingati perjuangan para pahlawan yang gugur dalam pertempuran melawan penjajah (tentara Inggris) pada 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya. Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan, hari-hari Nasional yang bukan hari libur.

Seperti kita ketahui bersama, peristiwa 10 November 1945 menjadi perjuangan antikolonial terbesar dan tersulit dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Salah satu sumbu dari pertempuran berdarah ini adalah tewasnya Brigadir Jenderal J Mallaby, pemimpin Angkatan Darat Inggris di Jawa Timur. Dua belas hari sebelum perang, pada tanggal 29 Oktober 1945, tentara Inggris dan India menandatangani perjanjian gencatan senjata sementara, yang disebut Perjanjian Gencatan Senjata.

Umat Islam Dunia Rayakan Idul Fitri 1445 H dengan Penuh Semangat

Bahkan selama gencatan senjata, masih banyak konflik antara tentara Inggris dan rakyat Surabaya. Ketika Brigadir Jenderal J Mallaby terbunuh, klimaksnya membangkitkan kemarahan Inggris. Setelah itu, Inggris mengeluarkan ultimatum besar pada 10 November 1945, menuntut agar rakyat Indonesia menyerahkan semua senjata mereka dan berhenti berperang dengan tentara Inggris.

Pihak Indonesia mendapat tenggang waktu pukul 06.00 pada tanggal 10 November 1945. Jika ultimatum tersebut tidak dilepaskan, maka pihak Inggris akan menyerbu kota Surabaya dari berbagai arah arah, dari darat, laut, hingga udara. Namun, tentara Indonesia dan rakyat Surabaya mengabaikan perintah tersebut, sehingga terjadilah pertempuran berdarah di Surabaya yang berlangsung selama 3 minggu.

Pertempuran tersebut memakan banyak korban. Sebanyak 20.000 rakyat Surabaya yang sebagian besar merupakan warga sipil menjadi korban pertempuran tersebut. Dari pihak Inggris, sebanyak 1.600 tentara tewas, hilang, dan luka-luka serta puluhan peralatan perang rusak dan hancur. Selain itu, diperkirakan sebanyak 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya. Banyaknya korban yang gugur serta perjuangan rakyat Surabaya yang tidak menyerah membuat tentara Inggris serasa terpanggang di neraka. 

Pertempuran ini merupakan pertempuran pertama Indonesia melawan tentara asing, selepas Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Semangat perjuangan yang tinggi dan pantang menyerah dari warga sipil dan tentara Indonesia dalam perang berdarah melawan tentara Inggris menjadikan Surabaya dijuluki sebagai Kota Pahlawan. Berkat jasa dan semangat perjuangan tentara Indonesia dan rakyat Surabaya pada pertempuran 10 November 1945, pemerintah pun menetapkan pada tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan.

Bung Tomo Pengobar Semangat 

Bung Tomo.

Photo :
  • U-Report

Dalam peristiwa 10 November 1945, nama Bung Tomo begitu legendaris karena dikenal sebagai pengobar semangat tempur yang bersenjatakan mikrofon. Dia juga menjadi salah satu pemimpin laskar yang kemudian ditarik ke Kementerian Pertahanan. 

Bung Tomo membakar semangat lewat mikrofon dan pancaran Radio Pemberontakan milik Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) tersiar pidato-pidatonya yang menjaga moral warga Surabaya. Bung Tomo mengamini sikap pantang menyerah terhadap Sekutu. Tujuan semua ucapannya sama: memantik keberanian melawan tentara asing yang di atas kertas jauh lebih kuat. 

Bung Tomo ini sangat dihormati di kalangan laskar, setidaknya setelah 10 November 1945. Namun, dia bukan satu-satunya pemimpin di Surabaya pada saat itu. Di antara sekian perwira penting dalam palagan 10 November 1945, ada Jenderal Mayor R Mohammad Mangunprodjo, Kolonel Sungkono, Kolonel Djonosewojo hingga Kolonel Moestopo. Namun tampaknya Bung Tomo yang tak berpangkat yang justru paling populer.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya