Haedar Nashir Kenang Pahlawan dari Muhammadiyah, Ada Bung Karno

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir
Sumber :
  • VIVA / Cahyo Edi (Yogyakarta)

VIVA – Muhammadiyah yang berdiri tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, telah berjuang cukup lama untuk meraih kemerdekaan. Maka Muhammadiyah juga telah banyak melahirkan tokoh-tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, yang mengabdikan diri untuk bangsa dan negara. Mereka selalu menjadi penjaga bangsa rongrongan penjajah dan kolonialisme.

Pesan Penting Haedar Nashir untuk Prabowo Usai Ditetapkan Presiden Terpilih

Di Hari Pahlawan 10 November, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, mengenang jasa para pahlawan yang lahir dari rahim Persyarikatan Muhammadiyah. Haedar mengenang perjuangan KH Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman hingga AR Baswedan, yang merupakan tokoh Muhammadiyah yang dianugerahi gelar pahlawan oleh negara.

“Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang lahir tahun 1912 dan berkiprah baik dalam perjuangan pra-kemerdekaan maupun setelah meraih kemerdekaan. Para pahlawan yang terkait langsung dan memiliki kedekatan serta sosial original dengan Muhammadiyah telah hadir menjadi bagian dari perjuangan pahlawan bangsa,” ujar Haedar dalam keterangannya, Rabu 10 November 2021.

Jayabaya Ramal Kemunculan Gempa Besar hingga Renggut Korban Jiwa, Begini Terjemahannya

Haedar mengenang KH Ahmad Dahlan dan Nyi Walidah Dahlan, diangkat menjadi pahlawan nasional karena turut membangkitkan pembaharuan Islam, pergerakan perempuan, dan pendidikan nasional melalui organisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah.

Jenderal Soedirman dan Soekarno-Fatmawati

Muhammadiyah: Prabowo Harus Menyerap Aspirasi Anies, Cak Imin, Ganjar, dan Mahfud

Sementara itu, kader Hizbul Wathan yaitu Jenderal Soedirman pun dianugerahi gelar pahlawan nasional, lantaran berjuang mengangkat senjata melawan penjajah. 

Soekarno dan Fatmawati sebagai dua sosok yang lahir dari rahim Muhammadiyah, turut mendapat gelar pahlawan nasional berkat kontribusi dan kegigihannya untuk bangsa dan negara.

“KH Ahmad Dahlan dan Nyi Walidah Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah-Aisyiyah telah diangkat menjadi pahlawan nasional. Begitu pula dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dikenal sebagai pejuang perang gerilya dan Bapak TNI-Polri. Demikian juga Soekarno dan Fatmawati lahir dari pergerakan Muhammadiyah dan menjadi bagian dari Muhammadiyah, biarpun tentu semuanya milik bangsa,” jelas Haedar.

Haedar menjabarkan, ada pula nama tokoh Muhammadiyah yaitu Gatot Mangkoepradja dianugerahi pahlawan nasional yang mengusulkan pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Nani Wartabone, sambung Haedar merupakan seorang tokoh perjuangan Indonesia asal Gorontalo dan penentang kolonialisme yang aktif berorganisasi di Muhammadiyah.

"Tidak lupa pula dengan Mas Mansur, pahlawan nasional yang ketika Jepang berkuasa, dirinya satu dari empat tokoh nasional yang sangat diperhitungkan. Para tokoh Muhammadiyah yang lain ada Gatot Mangkoepradja yang bergerak di PETA, ada Nani Watabone dari Gorontalo, serta tokoh-tokoh Muhammadiyah yang langsung berkiprah sebagai bagian dari pergerakan Muhammadiyah seperti Mas Mansur yang masuk dalam tokoh Empat Serangkai,” urai Haedar.

Drama Penghapusan 7 Kata Piagam Jakarta

Haedar membeberkan masih ada beberapa nama lain tokoh Muhammadiyah yang menjadi pahlawan nasional ialah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Kahar Muzakkir. Ketiganya berperan penting dalam drama “penghapusan tujuh kata” Piagam Jakarta.

Haedar menjelaskan penghapusan tujuh kata dalam UUD 1945, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada tanggal 18 Agustus 1945.

“Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Kahar Muzakkir, yang sangat menentukan didalam detik-detik krusial ketika tujuh kata dicoret dalam formula Pancasila paling awal. Mereka bertiga bersama dengan Soekarno, Hatta, dan Teuku Hassan sangat berperan dalam negosiasi dan kompromi untuk keutuhan bangsa Indonesia sehingga lahirlah sila pertama pancasila yakni Ketuhanan yang Maha Esa sebagai titik kompromi,” tutur Haedar.

Haedar menyebut nama AR Baswedan yang sejak remaja aktif sebagai muballigh Muhammadiyah, dan menjadi salah satu diplomat pertama Republik Indonesia diangkat menjadi pahlawan nasional. Begitu pula dengan Ir. Juanda, kader Muhammadiyah yang dikenal sebagai Bapak Kemaritiman Indonesia.

Haedar menambahkan, ada pula tokoh literasi nasional yang gigih melawan Belanda yaitu KH Fakhruddin dan ulama kharismatik dengan sejumlah karya sastra yaitu Prof. Hamka, keduanya juga diangkat pahlawan nasional.

“Kita juga mencatat AR Baswedan yang juga dari keluarga besar Muhammadiyah serta Ir. Juanda sebagai tokoh yang melahirkan Deklarasi Djuanda serta berhasil menyatukan kepulauan dalam satu kesatuan. Ada juga KH. Fakhruddin tokoh literasi nasional dan Prof Hamka ulama kharismatik dengan sejumlah karya sastra dan keislaman, turut dianugerahi pahlawan nasional,” ungkap Haedar.

Lebih lanjut Haedar mengatakan, ada sekitar 15 orang yang lahir dari rahim Muhammadiyah, sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Mereka berjuang sepenuhnya untuk bangsa dan negara, Indonesia merdeka.

“Mereka hadir tidak untuk dirinya, tidak untuk kroninya, tidak untuk golongannya, tetapi melintas batas untuk Indonesia dan peran kemanusiaan semesta. Dari Muhammadiyah untuk bangsa dan negara,” pungkas Haedar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya