KPK: Bupati Hulu Sungai Utara Terima Suap Lewat Ajudan

KPK tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid, sebagai tersangka.
Sumber :
  • VIVA/ Edwin Firdaus.

VIVA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid, sebagai tersangka suap dan gratifikasi.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Ketua KPK Firli Bahuri

Photo :
  • Antara/Dhemas Reviyanto

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid ini merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Biaya Ultah Cucu SYL Minta Di-reimburse Kementan, Pegawai Menolak Terancam Dimutasi

"Tim KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, sehingga KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK, Firli Bahuri, di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 18 November 2021.

Peran dari Bupati

Jaksa Sebut SYL Bayar Tagihan Kartu Kredit Ratusan Juta Pakai Uang Hasil Korupsi di Kementan

Firli menjelaskan Abdul Wahid selaku Bupati Hulu Sungai Utara dua periode menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) pada 2019. Maliki diduga memberikan uang kepada Abdul Wahid agar menduduki jabatan tersebut.

"Penerimaan uang oleh tersangka AW (Abdul Wahid) dilakukan di rumah MK (Maliki) pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh MK melalui ajudan tersangka AW," ujarnya.

Baca juga: Abdul Wahid, Bupati Hulu Sungai Utara Resmi Jadi Tersangka

Suap Lainnya

Tidak hanya soal jual beli jabatan Kepala Dinas PUPRP, Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU. Pada awal 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas bupati untuk melaporkan plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021.

Ilustrasi tersangka kasus kejahatan diborgol

Photo :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek tersebut.

Abdul Wahid menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10 persen untuk dirinya dan 5 persen untuk Maliki. Pemberian commitment fee yang antara lain diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain melalui perantaraan Maliki, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara yakni sebesar Rp4,6 Miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 Miliar pada 2020 dan sebesar Rp1,8 miliar pada 2021.

"Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.

Ditahan di Rutan KPK

Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 65 KUHP. KPK langsung menahan Abdul Wahid untuk 20 hari pertama di Rutan KPK.

"Agar proses penyidikan dapat berjalan lancar, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 November 2021 sampai 7 Desember 2021, di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih," kata Firli.

Adapun sebagai langkah antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, Abdul Wahid akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya