Analisa Praktisi Hukum Soal Perbaikan UU Ciptaker

Gedung Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • ANTARA Foto/Hafidz Mubarak

VIVA – Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK, yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat, dinilai punya dampak secara hukum. Meski diberi ruang waktu perbaikan selama dua tahun.

Manipulasi Putusan MK soal Pilpres Lalu Diunggah di Tiktok, Pria di Riau Diciduk Polisi

Publik dan pemerintah, serta pihak terkait perlu membacanya kemungkinan terjadinya ketidakpastian hukum dari beleid tersebut setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan. 

"Telah menyatakan inkonsitusional namun masih diberi ruang untuk diperbaiki selama 2 tahun, sehingga jika kita mencermati, maka putusan tersebut tidak menghasilkan sebuah kepastian hukum," kata Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi Jakarta Selatan, Rika Irianti, dalam keterangan tertulis, Jumat 26 November 2021. 

Akan Ada Kejutan dari Putusan MK dalam Perkara Sengketa Pilpres 2024, Menurut Pengamat

Putusan Mahkamah juga disebut telah memunculkan fakta, jika proses pembentukan aturan yang dikenal Omnibus Law itu telah melanggar syarat-syarat formil. Dampaknya bisa saja tentu adalah keresahan masyarakat dalam menyikapi keputusan tersebut. Ini, kata Rika, harus menjadi pelajaran penting. 

Kedepan, Rika menyarankan, para pembuat UU untuk dapat lebih mengedapankan taat asas, khususnya dalam rangka perbaikan UU Cipta Kerja selama 2 tahun ke depan.

Petinggi Gerindra Sebut Tak Perlu Ada Rekonsiliasi Prabowo dengan Megawati

"Penegasan kalimat inkonsitusional untuk sebuah produk hukum sama dengan menyatakan produk hukum tersebut bukan produk hukum yang tegas dan jelas," ucap Rika.

MK Haruskan Pemerintah dan DPR Perbaiki UU Ciptaker

Sebelumnya diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Namun MK juga memutuskan agar UU tersebut diperbaiki hingga 2 tahun ke depan. 

"Mengadili dalam provisi, satu, menyatakan permohonan provisi Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan provisi Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI," kata Ketua MK merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman saat membacakan amar putusan, Kamis, 25 November 2021. 

Sedangkan dalam pokok permohonan, majelis MK memutuskan, satu, menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima. Dua, mengabulkan permohonan pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan pemohon VI untuk sebagian. 

Dalam putusannya, majelis konstitusi juga menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan’. 

"Menyatakan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini," kata Hakim Anwar.

Hakim juga meminta kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar di dalam membentuk undang-undang.

"Apabila dalam waktu dua tahun, UU 11/2020 tidak dilakukan perbaikan, Mahkamah menyatakan terhadap UU 11/2020 berakibat hukum menjadi inkonstitusional secara permanen," ucap Hakim Anwar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya