KPK Harap Kepala Desa yang Korupsi Dipecat daripada Dipenjara

Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap ada pengecualian dalam penindakan kasus rasuah kepada kepala desa. Kepala desa yang terbukti korupsi diminta tidak langsung diproses hukum.

"Kalau ada kepala desa taruhlah betul terbukti ngambil duit tapi nilainya enggak seberapa, kalau diproses sampai ke pengadilan, biayanya lebih gede," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam telekonferensi di akun YouTube KPK RI, Rabu, 1 Desember 2021.

Mantan hakim tersebut mengatakan, kepala desa biasanya melakukan korupsi dengan nominal kecil. Biaya pengusutan kasusnya biasanya lebih besar daripada jumlah uang yang diambil kepala desa.

"Artinya apa? Enggak efektif, enggak efisien, negara lebih banyak keluar duitnya dibandingkan apa yang nanti kita peroleh," kata Alexander.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

Alex meminta kepala desa dipaksa mengembalikan uangnya jika terbukti korupsi. Jika memungkinkan, kepala desa yang korupsi diminta dipecat.

Uang yang dikembalikan secara paksa itu harus masuk ke kas desa. Dengan begitu, masyarakat akan kembali menikmati uang negara yang sudah dikorupsi oleh kepala desa.

"Ya sudah suruh kembalikan, ya kalau ada ketentuannya pecat kepala desanya. Selesai persoalan kan begitu," kata Alex.

Bawaslu Belum Terima Laporan Komnas HAM soal Temuan Pejabat Tak Netral dalam Pemilu

Diketahui, hingga kini, pemecatan kepala desa harus dilakukan atas perintah pengadilan. KPK ingin ada aturan baru yang bisa memecat kepala desa yang terbukti korupsi tanpa harus menunggu pengadilan.

"Mungkin dengan musyawarah masyarakat desa kan mereka yang milih. Kita sampaikan 'nih kepala desa mu nyolong nih, mau kita penjarakan atau kita berhentikan?' Pastikan begitu selesai," kata Alex.

Komnas HAM: Netralitas Aparat Negara Berhubungan Politik Uang untuk Calon Tertentu

Langkah tersebut diyakini lebih baik ketimbang memenjarakan kepala desa yang melakukan korupsi dengan jumlah kecil. Lembaga Antikorupsi menilai penindakan kasus rasuah tidak melulu harus berakhir dengan pidana penjara. 

"Hal seperti itu kan juga membuat jera kepala desa yang lain. Tidak semata-mata upaya pemberantasan korupsi itu berakhir di pengadilan atau keberhasilan pemberantasan korupsi itu dengan ukuran berapa banyak orang kita penjarakan, enggak seperti itu," kata Alex.

Belasan Saksi TPS Diancam Carok Oknum Kades di Bangkalan, Caleg Lapor Bawaslu

Hukuman penjara dianggap terlalu kejam untuk kepala desa. Aparat penegak hukum diminta memiliki instrumen lain yang sepadan.

"Hal-hal seperti itu barangkali bisa menjadi intervensi kita bersama, pemberantasan korupsi tetap menjadi keprihatinan kita semua. Ini menjadi PR kita bersama, dan desa antikorupsi ini tidak semata-mata menyangkut aparat desanya tetapi juga masyarakatnya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya