Pakar Ungkap Biang Keladi Kasus Mafia Tanah Tak Kunjung Selesai

Polisi menangkap puluhan preman bekingi mafia tanah. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA/Willibrodus

VIVA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil dinilai tidak menghormati pengadilan di tengah upaya memberantas mafia tanah. Karena, Menteri Sofyan mengeluarkan Surat Keputusan kepemilikan tanah PT. Salve Veritate atas nama Benny Tabalujan saat status tanah masih dalam sengketa. Maka, langkah tersebut dipertanyakan banyak kalangan.

Menteri AHY Sebut Punya Puluhan Target Operasi Mafia Tanah, Siapa Saja?

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengaku heran selevel menteri berani mengeluarkan SK dikala sengketa masih berproses di pengadilan. Harusnya, kata dia, Sofyan selaku menteri menunggu proses sengketa diputus hakim hingga berkekuatan hukum tetap (inkracht).

“Seharusnya, status quo menunggu putusan sengketanya mempunyai kekuatan hukum tetap,” kata Fickar saat dihubungi wartawan pada Jumat, 10 Desember 2021.

KPU Bantah Menyepelekan Sidang PHPU Pileg 2024 di MK

Menurut dia, pejabat publik yang seperti ini harus dibawa ke pengadilan pidana. Sebab, Sofyan sebagai menteri berani mengeluarkan SK di tengah sengketa. “Supaya menjadi pelajaran bagi pejabat publik lainnya. Mestinya menghormati peradilan,” ujarnya.

Di samping itu, Fickar menyoroti maraknya kasus mafia tanah yang belum juga selesai. Menurut dia, biang keladi masalah pertanahan adalah sulitnya birokrasi pertanahan agraria, khususnya dalam pendataan sertifikat pendaftaran tanah.

Momen Hakim MK Tegur Ketua KPU yang Hendak Tinggalkan Ruang Sidang

Sementara Pakar Hukum Tata Negara, Profesor Juanda mengatakan BPN mestinya menunggu kasus sengketa tanah di pengadilan sampai berkekuatan hukum tetap baru menerbitkan sertifikat. Jadi, apapun ditunda sampai ada kepastian hukum atau ditunda sampai putusan itu mempunyai kekuatan hukum tetap.

“Artinya, tidak ada banding lagi. Maka, haeusnya memang kalau satu satu objek sengketa bergulir di pengadilan tidak mengeluarkan satu perbuatan hukum,” jelas dia.

Adukan Penyidik ke Propam

Sementara pengemudi taksi online, Maman Suherman (57) diseret-seret dalam kasus dugaan pemalsuan surat atau akta autentik terkait sengketa tanah di Cakung, Jakarta Timur, antara PT Salve dengan Abdul Halim. Ia mengadukan penyidik Bareskrim ke Propam Polri dan meminta perlindungan hukum. 

Warga Tangerang ini mengaku bingung dilaporkan polisi hanya karena mengantar petugas BPN dan pemilik tanah melakukan pengukuran. “Saya hanya mengantar dan menjadi saksi, tidak tau apa-apa malah dilaporkan ke polisi begini,” jelas dia. 

Ia mengaku sempat ditawari pekerjaan oleh temannya untuk mengantar dan menyaksikan pengukuran tanah di Cakung, Jakarta Timur pada Juni 2018. Saat itu, ia bersedia karena akan mendapat honor mengantar. 

Tapi, ia merasa ada pihak yang menzaliminya karena dianggap terlibat pemalsuan surat tanah. Padahal, ia tidak pernah sama sekali melihat surat, baik girik apalagi sertifikat tanah. Untuk itu, ia berharap polisi lebih objektif menangani kasus tersebut.

Sementara Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi ogah menanggapi terkait laporan Maman Suherman ke Divisi Propam Polri. “Bukan tugas saya menanggapi (laporan Maman ke Divisi Propam),” kata Andi.

Andi tidak menampik penyidik Subdit II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim telah menetapkan Maman Suherman sebagai tersangka kasus tersebut. Hanya saja, Andi tidak mau mengungkap siapa yang melaporkan Maman dalam kasus ini.
“Iya betul (tetapkan Maman jadi tersangka). Tunggu waktu release saja, karena yang bersangkutan tidak sendiri,” ujarnya.

Seperti diketahui, mantan juru ukur BPN Jakarta Timur Paryoto dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) setelah sebelumnya divonis bebas Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Dia disebut terlibat kasus pemalsuan sertifikat di Cakung yang menyeret pemilik PT. Salve, Achmad Djufri dan Benny Tabalujan.

Polda Metro Jaya menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta autentik tanah, yaitu Benny Tabalajun selaku pimpinan PT Salve Veritate dan rekannya, Achmad Djufri. Kemudian, belakangan Paryoto juga terlibat dalam kasus ini. 

Kasus itu bermula dari laporan polisi yang diterima pada 2018. Laporan itu terdaftar dengan Nomor: LP/5471/X/2018/PMJ/Ditreskrim, tanggal 10 Oktober 2018. Namun, Abdul Halim dan Maman dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh RA atas dugaan pemalsuan dengan laporan Nomor: LP/B/0613/X/2020, pada 28 Oktober 2020.

Baca juga: Jokowi: Kejar Terus Buronan Korupsi, Mafia Tanah dan Migas

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya