HNW Desak Guru Pemerkosa 12 Santriwati Dihukum Mati

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid
Sumber :
  • DPR

VIVA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid, mendesak agar guru yang diduga melakukan tindakan asusila dan pemerkosaaan terhadap lebih dari 12 santriwati di bawah umur di Bandung, Jawa Barat, dihukum terberat dengan ancaman hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terpopuler: Negara Tanpa Malam hingga Olahraga Ringan Setelah Lebaran

“Mendengar terulangnya kejahatan yang terkutuk ini, yang menabrak hukum negara dan hukum agama, sudah sangat selayaknya pelaku dihukum dengan pemberatan apakah dengan hukum kebiri, atau hukuman pidana seumur hidup, bahkan hukuman pidana mati,” kata Hidayat melalui siaran persnya, dikutip pada Sabtu, 11 Desember 2021.

Ilustrasi kasus pencabulan

Photo :
Bukan Hanya Palestina, Ini 9 Negara yang Belum Diakui Keanggotannya oleh PBB

Dasar Hukum

HNW, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa dasar hukum untuk menjatuhkan hukuman dengan pemberatan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Ia menjelaskan selain mengatur hukuman kebiri, aturan tersebut juga memuat hukuman pidana seumur hidup dan hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Situasi Makin Gawat, Israel Targetkan Serang Wilayah Nuklir Iran di Kota Isfahan

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera itu menunjuk Pasal 81 UU yang mengesahkan Perppu Kebiri tersebut. Ketentuan itu berbunyi, “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, ganggungan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.”

Baca juga: KPAI: Pemerkosa 12 Santriwati Bisa Dihukum Penjara 20 Tahun dan Kebiri

Sedangkan Pasal 76D berbunyi, “setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.”

“Salah satu syarat untuk menjatuhkan hukuman maksimal sudah terpenuhi, karena korbannya adalah anak-anak di bawah umur yang diduga lebih dari satu yakni ada 12 malah ada yang menyebutkan 21 santriwati,” katanya.

Ilustrasi Pencabulan anak

Photo :
  • pixabay

Keberanian Aparat Hukum

HNW mengatakan bahwa instrumen hukum terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak sudah cukup memadai, sehingga tinggal keberanian nurani aparat penegak hukum untuk menegakannya seadil-adilnya. Mengingat terus terulangnya kejahatan dan kekerasan seksual di dunia pendidikan, dan korbannya adalah para perempuan.

Bahkan, sebelum ramai kejadian di Bandung, sudah ramai jadi perhatian publik soal kekerasan seksual terhadap mahasiswi UNSRI, juga kejahatan dan kekerasan seksual pada mahasiswi UNIBRAW.

"Maka agar timbulkan efek jera, dan maksimalkan perlindungan bagi perempuan (mahasiswi maupun santriwati), pemberatan hukum ini perlu menjadi pertimbangan polisi, jaksa dan hakim yang akan mengadili dan memutus perkara yang sangat biadab dan menjadi perhatian publik ini," katanya.

Dukung Kemenag

Selain itu, HNW juga mendukung Kementerian Agama yang meninjau ulang izin operasional pesantren tersebut, bahkan hingga izinnya dicabut. Sekalipun disayangkan, keputusan itu baru diambil setelah kasusnya menjadi heboh di publik, dan korbannya berjatuhan sampai lebih dari 12 santriwati.

Padahal, peristiwa kejahatan seksual yang melanggar hukum negara, agama dan tradisi/marwah pesantren itu sudah terjadi sejak tahun 2016.

"Ini harus diusut secara tuntas, mengapa bisa terjadi bukan sekali dua kali, tetapi terhadap lebih dari 12 korban. Dan dalam rentang waktu sampai 5 tahunan? Seandainya sikap tegas Kemenag itu dilakukan sejak lebih awal, kemungkinan korbannya akan tak sebanyak yang sekarang ini," ujarnya.

Tapi selain itu semua, lanjut HNW, juga sangat penting pemenuhan hak para santriwati dan perlindungan hukum untuk mereka. Agar para santriwati di pesantren tersebut, baik yang menjadi korban atau bukan, terus didampingi dan dibantu, untuk masa depan pendidikan dan keselamatan kehidupannya.

"Jangan sampai sudah jadi korban kejahatan seksual atau terimbas akibat terjadinya kejahatan seksual sekalipun bukan korban, pesantrennya ditutup, dan masa depan pun hilang. Kemensos dan KemenPP&PA bekerjasama dengan Pemda, penting turun tangan melaksanakan kewajiban negara, lindungi anak-anak tersebut," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya