Petaka Maut 2021: Lindu Sulawesi, Amuk Badai Seroja, Semeru Meleduk

Sejumlah rumah dan kendaraan rusak akibat banjir bandang di Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur, Flores Timur, NTT, Minggu, 4 April 2021.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Ratusan orang meninggal dunia, belasan ribu warga terluka, dan ratusan ribu lainnya mengungsi akibat sejumlah bencana alam yang mematikan di beberapa wilayah di Indonesia sepanjang tahun 2021. Daya rusak malapetaka alam itu--meliputi gempa bumi, tanah longsor, banjir, banjir bandang, badai, letusan gunung api--begitu mengerikan sampai cukup banyak korban jiwa dan materi maupun nonmateri.

Gunung Ile Lewotolok Terjadi 94 Kali Gempa Embusan, Menurut Pos Pengamatan

Sebagian di antara musibah itu tak terprediksi, terjadi begitu tiba-tiba. Ada juga yang telah diprakirakan dan sudah ada peringatan dini dari otoritas pemerintah. Tetapi, sayangnya, ada yang lalai melakukan mitigasi, atau tak cukup waktu untuk mencegahnya dan menghindari jatuh korban.

Bencana-bencana itu merentang sejak permulaan sampai pengujung tahun 2021. Sebagian terjadi akibat perubahan musim dan perubahan iklim dan sebagian yang lain karena gejala alamiah. Wilayahnya meliputi ujung barat sampai timur Indonesia. Sekadar disebutkan berdasarkan peristiwa yang paling banyak menimbulkan korban, di antaranya:

Banjir Bandang Terjang Melawi Kalbar, 700 KK dari 17 Desa Terdampak

1. Gempa besar di Sulawesi Barat

Pada pertengahan Januari 2021, gempa bumi dengan magnitudo 5,9 mengguncang sejumlah wilayah di Sulawesi Barat. Pusat lindu besar pada pukul 13.35 WIB itu diketahui berada di 2.99 Lintang Selatan dan 118.89 Bujur Timur, atau 4 kilometer Barat Laut Majene, dengan kedalaman 10 kilometer.

Badan Geologi Catat Masih Ada Erupsi Kecil dan Potensi Bahaya Gunung Ruang

Sekolah rusak akibat gempa magnitudo 6,2 yang mengguncang Sulawesi Barat

Photo :
  • VIVA/Syaefullah

Getaran kuat gempa itu dirasakan sekurang-kurangnya di tiga kabupaten di Sulawesi Barat, antara lain di Majene, Mamuju, dan Polewali Mandar. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam bencana itu, sebanyak 101 orang meninggal dunia, 3 orang hilang, 11.124 jiwa terluka, dan lebih dari 95.157 warga mengungsi di ratusan lokasi pengungsian.

Menurut catatan BNPB, sebanyak 16.293 rumah rusak dampak guncangan keras gempa itu. Rumah-rumah rusak paling banyak di Kabupaten Mamuju, antara lain 2.054 rumah rusak berat, 3.843 rumah rusak sedang, dan 5.526 rumah rusak ringan.

2. Tanah longsor di Sumedang dan Nganjuk

Musibah tanah longsor dengan jumlah korban terbanyak tercatat terjadi di dua daerah berbeda dan waktu terpisah, yaitu di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada 9 Januari, kemudian di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada 14 Februari. Total korban tewas dalam musibah longsor di kedua daerah itu 59 orang.

Tanah longsor mematikan pertama terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang. Awalnya, longsor terjadi pada pukul 16.00 WIB. Belum reda kekagetan masyarakat setempat, tiga jam kemudian, datang longsor susulan yang tak kalah mematikan. Sebanyak 40 orang ditemukan tewas, 25 orang luka-luka, dan 1.119 orang mengungsi.

Musibah tanah longsor di Kabupaten Nganjuk terjadi di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos. Peristiwanya nyaris bersamaan dengan hujan deras dan banjir pada sore hingga petang, 14 Februari, yang melanda 16 desa/kelurahan di 4 kecamatan.

Sebanyak 19 orang ditemukan tewas akibat tertimbun tanah longsor dalam bencana itu, sementara 20 orang lainnya luka-luka saat berusaha menyelamatkan diri. Selain itu, sebanyak 186 warga terdampak dan 142 jiwa di antaranya mengungsi di lokasi pengungsian yang memanfaatkan halaman SD Negeri Ngetos. Delapan rumah dilaporkan rusak berat.

3. Banjir di Kalimantan

Semua provinsi di pulau Kalimantan pernah dilanda banjir dalam waktu yang berbeda selama tahun 2021. Pertama, di Kalimantan Selatan pada Januari 2021, kemudian Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur pada Mei, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur pada September, dan Kalimantan Barat pada November.

Banjir di Kalimantan Selatan, pada 12 Januari, mencakup11 kabupaten/kota, antara lain Kabupaten Tapin, Banjar, Kota Banjar Baru, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Barito Kuala, Tanah Laut, dan Kota Banjarmasin. Sebanyak 24 orang meninggal dunia, 100 ribu lebih jiwa mengungsi, dan 600 ribu jiwa lebih terdampak.

Di Kalimantan Utara, banjir merendam Krayan, Kabupaten Nunukan, pada 20 Mei. Ratusan rumah yang berada di perbatasan Indonesia dengan Malaysia terendam banjir akibat luapan air dua sungai yang berhulu di Sarawak, Malaysia. Musibah itu dilaporkan sebagai banjir terbesar sepanjang sejarah di Krayan.

Kalimantan Timur malah dua kali dilanda banjir dalam waktu yang berbeda, di antaranya di Kabupaten Kutai Timur pada 12 Mei dan Kota Balikpapan pada 28 Agustus. Di provinsi itu, banjir yang terbesar terjadi di Kutai Timur dengan 1.690 keluarga terdampak dan merendam 690 rumah, 20 unit fasilitas umum, dan 203 hektare perkebunan.

Mobil milik pasangan suami istri yang terseret air banjir di jalan hauling PT Palopo, wilayah Barito Selatan, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, dievakuasi pada Rabu, 24 November 2021.

Photo :
  • ANTARA

Banjir di Kalimantan Tengah pada 28 Agustus termasuk provinsi dengan banjir terparah. Sebelas kota/kabupaten terdampak, dan 6 di antaranya terkategori parah, di antaranya Kotawaringin Barat, Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Lamandau, dan Gunung Mas. Ssebanyak 29.885 keluarga dengan jumlah 57.117 jiwa terdampak musibah air bah itu.

Banjir di Kalimantan Barat terjadi di Kabupaten Sintang pada pertengahan November. Bencana itu tak separah di Kalimantan Tengah atau Kalimantan Selatan, namun wilayah yang terdampak cukup luas, meliputi 12 kecamatan. Sebanyak 2 orang dilaporkan tewas dan 29.623 kepala keluarga atau 88.148 jiwa terdampak dan mengungsi.

4. Badai Seroja di Nusa Tenggara Timur

Beberapa wilayah di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dilanda sejumlah bencana alam akibat satu siklon yang disebut siklon tropis Seroja selama tiga hari, 2-4 April. Badai itu, yang diketahui terbentuk di perairan Pulau Sawu wilayah selatan NTT, menurut laporan otoritas pemerintah, bergerak dengan kecepatan 14 km per jam ke arah barat daya barat, menjauhi garis pantai Indonesia.

Kondisi permukiman warga yang rusak akibat banjir bandang di Waiwerang, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 6 April 2021.

Photo :
  • ANTARA/Aditya Pradana Putra

Musibah yang ditimbulkan siklon itu bermacam-macam, meliputi angin kencang, gelombang pasang, banjir, banjir rob, banjir bandang, dan tanah longsor. Meski dua provinsi terdampak, kerusakan paling besar dan korban paling banyak di NTT. Sebanyak 182 orang tewas di NTT dan 2 orang di Kabupaten Bima, NTB.

Korban meninggal dunia terbanyak di NTT tercatat di Kabupaten Flores yang mencapai 72 orang, disusul Kabupaten Lembata sebanyak 46 orang, dan di Kabupaten Alor 29 orang.

Korban luka-luka dalam malapetaka maut itu total tercatat 124 orang luka berat, 20 orang luka sedang, 33 orang luka ringan dan 47 orang hilang. Kerusakan bangunan rumah sejumlah 6.407 rumah rusak berat, 7.231 rumah rusak sedang, dan 39.895 rumah rusak ringan. Fasilitas umum dan sosial yang rusak mencapai 3.116 unit.

5. Banjir bandang di Batu

Enam desa/kelurahan di satu kota kecil di Jawa Timur, Kota Batu, diterjang banjir bandang pada sore 6 November. Musibah air bah bercampur aneka material seperti batu, lumpur hingga kayu itu menewaskan 7 orang dan melukai 6 warga lainnya, menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

Selain itu, sebanyak 35 rumah rusak, lebih dari 300 orang mengungsi, 107 ekor ternak mati setelah diterjang banjir dan 10 kandang dilaporkan rusak.

Berdasarkan analisis, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, banjir bandang itu terjadi setelah hujan deras yang mengguyur Kota Batu dan membuat Sungai Brantas meluap. Banjir juga terjadi karena daerah resapan air di hulu aliran yang sudah rusak dan banjir membawa material lumpur, batu, dan kayu.

6. Gunung Semeru meletus

Gunung Semeru di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur, meletus pada sore 4 Desember. Musibah itu semula disebut sebagai erupsi atau letusan tetapi segera dikoreksi oleh Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) bahwa itu merupakan awan panas guguran (APG), yang didahului muntahan lahar.

Gunung Semeru erupsi

Photo :
  • Twitter @BNPB_Indonesia

Daerah yang terdampak langsung dan paling parah ialah Kecamatan Pronojiwo dan Kecamatan Candipuro, Lumajang. Bencana itu, menurut laporan resmi pemerintah yang dimutakhirkan pada 21 Desember, menewaskan 51 orang, tidak termasuk temuan 5 potongan tubuh di lokasi terdampak.

Jumlah warga mengungsi, berdasarkan catatan BNPB, mencapai 10.395 jiwa, yang tersebar di 410 titik pengungsian. Pengungsian terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu Pasirian 17 titik dengan 1.746 jiwa, Candipuro 21 titik 4.645 jiwa, dan Pronojiwo 8 titik 1.077 jiwa.

Lokasi pengungsian tidak hanya di Kabupaten Lumajang, melainkan juga di Kabupaten Malang sebanyak 9 titik dengan 341 jiwa, Blitar 1 titik dengan 3 jiwa, Jember 3 titik dengan 13 jiwa, dan Probolinggo 1 titik 11 jiwa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya