Bamsoet Ingatkan Densus 88: Kepala Negara Kumpul di Bali Oktober 2022

Ketua MPR Bambang Soesatyo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Didik Suhartono

VIVA – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet menilai kinerja Densus 88 Antiteror Polri yang menangkap 370 orang terduga teroris sepanjang tahun 2021, menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa benih-benih kelompok yang ingin mengganggu keamanan dan ketertiban (instanbilitas) masih tumbuh di Indonesia.

7 Negara dengan Populasi Daerah Kumuh Terbesar di Dunia

Menurut dia, kinerja Densus 88 Antiteror Polri yang dipublikasikan selama bulan-bulan terakhir 2021, ini memberi gambaran sekaligus peringatan kepada semua elemen masyarakat bahwa benih kelompok yang coba menciptakan instabilitas itu masih eksis. 

“Karenanya, tetap masih harus diwaspadai benih instabilitas dari 2021 yang akan berlanjut di tahun 2022 itu nyata,” kata Bamsoet melalui keterangannya pada Selasa, 28 Desember 2021.

Bamsoet Sebut Ketua TPN Ganjar-Mahfud Bakal Sowan ke Prabowo

Ketua MPR RI 2019-2024, Bambang Soesatyo saat mengunjungi redaksi tvOne.

Photo :
  • Eko Priliawito

Asumsinya, kata dia, cukup memaknai kinerja terkini dari Densus 88 Anti-teror Polri. Hingga penghujung 2021, Densus 88 Antiteror telah menangkap 370 orang terduga teroris. Jumlah ini lebih besar dibanding tangkapan tahun 2020 yakni 232 orang. 

5 Negara dengan Pertumbuhan Populasi Terendah di Dunia

Selain itu, dari operasi pencegahan di Lampung, Bamsoet mengatakan Densus 88 Polri juga menyita sedikitnya 2.000 kotak amal. Data ini memberi gambaran bahwa upaya pencegahan makin intens dan efektif. Sudah pasti, bahwa jumlah tangkapan itu tidak dengan sendirinya bisa diartikan persoalan sudah selesai. 

“Masalah real-nya tetap mengemuka dan kelanjutan potensi ancamannya akan terus mengintai di tahun mendatang,” ujar Politisi Partai Golkar ini.

Sebab, lanjut Bamsoet, mereka yang sudah ditangkap adalah anggota dari sejumlah jaringan kelompok atau sel teroris. Berarti, masih ada anggota jaringan yang belum tertangkap. Nah, mereka ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat. 

“Densus 88 anti-teror dipastikan terus bekerja, sementara kepedulian serta kewaspadaan masyarakat sangat diharapkan,” jelas dia.

Ia mengingatkan peristiwa ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan pada 28 Maret 2021, harus menjadi pelajaran. Diketahui, dua pelaku yang tewas itu teridentifikasi dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
 
Pada pekan ketiga Mei 2021, polisi menyatakan bahwa sebanyak 53 terduga teroris menjadi tersangka dalam kasus ledakan bom ini. Menyusul peristiwa ini, pihak berwajib memperluas area investigasi yang berlanjut hingga jelang akhir 2021.

“Penangkapan sejumlah orang yang berstatus terduga teroris pada tahun ini sudah pasti menimbulkan kemarahan rekan-rekannya. Mereka terus mengintai dan mencari kesempatan untuk melampiaskan dendam dan amarah mereka,” ucapnya.

Indonesia jadi tuan rumah KTT G20

Oleh karena itu, Bamsoet meminta aparat keamanan harus meningkatkan kewaspadaan sejak dini. Menurut dia, semua potensi ancaman harus diminimalisir, at all cost. Sebab, Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada 2022. Karena KTT G20 sudah terjadwal, forum itu berpotensi menjadi target sasaran dari sel-sel teroris di dalam negeri. 

“Akan banyak kepala negara dan kepala pemerintahan berkumpul menjadi tamu negara di Bali pada Oktober 2022. Demi popularitas dan publikasi, sudah menjadi kebiasaan para teroris menyasar forum dengan level KTT yang dihadiri banyak kepala negara,” katanya lagi.
 
Memang, kata dia  bisa dipastikan pemerintah bersama TNI-Polri dan intelijen negara sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk meminimalisir ancaman tersebut. Terpenting, bagi semua elemen masyarakat adalah menyadari bahwa benih-benih instabilitas di tahun mendatang itu nyata. 

“Sehingga, ketika aparat negara menindak para terduga teroris, langkah itu harus dipahami sebagai semata-mata tindakan penegakan hukum,” ucapnya.
 
Idealnya, Bamsoet menambahkan semangat menutup ruang bagi kegiatan teroris harus menjadi tekad bersama. Sebab, para terduga teroris tetap saja berstatus benih instabilitas sekalipun mereka belum beraksi. 

“Pembiaran terhadap benih-benih terorisme di negara ini bisa menjerumuskan masa depan Indonesia ke dalam perangkap negara gagal. Risiko seperti inilah yang harus diperhitungkan semua pihak,” tandasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya