Deteksi Dini Kebakaran Hutan, UGM Kembangkan Pesawat Tanpa Awak

Elang Caraka, pesawat tanpa awak buatan UGM.
Sumber :
  • Dok. Humas UGM

VIVA – Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah mengembangkan sebuah pesawat tanpa awak untuk melakukan deteksi dini kebakaran hutan. Pengembangan pesawat tanpa awak yang dinamai Elang Caraka ini dilakukan oleh peneliti  dari Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik UGM.

Polisi Periksa 21 Saksi Terkait Kasus TPPU yang Jerat Ahli Nuklir UGM

Ketua tim peneliti Gesang Nugroho mengatakan, Elang Caraka dirancang mampu terbang selama enam jam dengan jarak tempuh 200 km untuk melakukan pengawasan wilayah secara autonomous.

“Operator dapat mengendalikan pesawat tanpa awak dari jarak jauh serta melihat rekaman gambar secara langsung melalui monitor yang ada di Ground Control Station,” ujar Gesang, Kamis, 6 Januari 2021.

Nissan Magnite Kena Recall akibat Sensor Gagang Pintu Bermasalah

Gesang menerangkan bahwa Elang Caraka dikembangkan sebagai solusi untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan yang ada di Indonesia. Beberapa tahun belakangan kawasan hutan Indonesia mengalami penyusutan, sebagian besar disebabkan peristiwa kebakaran hutan dan pembalakan liar.

Presiden Jokowi saat meninjau pesawat tanpa awak Elang Caraka beberapa waktu lalu.

Photo :
  • Dok. Humas UGM
Ahli Nuklir UGM Jadi DPO Kasus Penggelapan Rp 9,2 Miliar, Begini Kronologinya

Gesang menilai, kondisi geografis, medan lahan gambut yang luas, kurangnya akses jalan, terbatasnya sumber daya manusia, dan minimnya fasilitas menimbulkan masalah yang cukup besar di dalam melakukan pemantauan dan pemadaman dini kebakaran.

“Ketika hutan terbakar, jarang ada yang mengetahui titik terbakar hutan tersebut. Karena itu diperlukan pendeteksi dini titik api di hutan untuk menghindari meluasnya kebakaran hutan," kata Gesang.

Gesang menjabarkan selama ini pendeteksi titik api di hutan dilakukan dengan patroli udara menggunakan helikopter. Namun penggunaan helikopter memakan biaya yang tinggi dan hanya bisa dilakukan siang hari.

"Ketika terjadi kebakaran di malam hari, api sudah terlanjur membesar pada keesokan hari sehingga sulit untuk dipadamkan," ujar Gesang.

Melihat kondisi ini, menurut Gesang, pihaknya pun mencoba untuk menciptakan Elang Caraka sebagai solusi dari masalah tersebut.

Elang Caraka, Gesang mengatakan, mampu dioperasikan baik siang maupun malam diharapkan mampu mendeteksi dini kebakaran dan tim pemadam dapat melakukan pemadaman secara langsung sebelum titik api membesar dan semakin luas.

“Selain itu, biaya operasional pesawat tanpa awak Elang Caraka juga jauh lebih murah dibandingkan menggunakan helikopter. Sehingga diharapkan kehadiran pesawat tanpa awak Elang Caraka mampu menekan angka karhutla yang ada di Indonesia,” kata Gesang.

Gesang merinci bahwa Elang Caraka memiliki bentang sayap sepanjang 3,6 m dan badan pesawat sepanjang  1,92 m, serta dilengkapi kamera thermal untuk mengirimkan rekaman udara secara langsung yang dapat dilihat di darat.

"Kami memakai mesin dengan kapasitas 30 cc digunakan untuk menerbangkan pesawat Elang Caraka yang berbobot 20 kg dan hanya memerlukan landasan sepanjang 90 m untuk lepas landas dan mendara," kata Gesang.

Gesang menjabarkan bahwa Elang Caraka dapat mendeteksi kebakaran dengan sensor cerdas Electrical Nose (Enose) yang mampu mendeteksi adanya asap yang ditunjukkan oleh meningkatnya grafik output dari sensor cerdas dibanding dengan kondisi normal tanpa asap.

“Enose bekerja seperti halnya hidung manusia, menggunakan larik sensor gas yang mampu mendeteksi asap tersebut,” kata Gesang.

"Penelitian pesawat tanpa awak ini prosesnya dimulai dengan tahap perancangan dengan aplikasi desain tiga dimensi, manufaktur, hingga uji terbang. Elang Caraka telah melakukan uji terbang hingga dapat melakukan misi secara sempurna,” ujar Gesang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya