Masih Efek Pilpres 2019, Gus Yahya Ingin Warga NU Tak Musuhan Lagi

Gus Yahya Cholil Staquf
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengungkap beberapa hal yang dibahas dengan Rais Aam KH Miftachul Akhyar atau Kiyai Miftah. Salah satunya, menyatukan kembali warga Nahdliyin yang terpecah pasca Pilpres 2019 lalu.

135 Purnawirawan TNI-Polri Ajukan Amicus Curiae ke MK Terkait Sengketa Pilpres

Sebetulnya, kata dia, banyak hal yang didiskusikan dengan Kiyai Miftach. Tapi paling utama adalah bagaimana menyembuhkan luka-luka yang kemarin sempat terjadi akibat Pemilu Presiden 2019, sehingga membuat warga NU hingga kini masih ada yang terbelah.

"Warga NU itu gara-gara Pilpres 2019 kemarin, separuh cebong, separoh kampret. Nah ini gimana kita supaya tidak musuhan lagi," kata Gus Yahya dikutip dari Youtube TV9 Nusantara pada Sabtu, 15 Januari 2022.

PBNU Harap Amicus Cuarie Diajukan Megawati Tak Munculkan Kontroversi Berkelanjutan

Menurut dia, kedepan tantangan yang akan dihadapi sangat kompleks. Sehingga dibutuhkan penanganan yang serius, dan bukan sekedar performa tapi sungguh-sungguh efektif dalam memecahkan suatu persoalan.

Kepengurusan Besar

MK Sebut Minim Pengalaman soal Amicus Curiae di Perkara Sengketa Pilpres

Makanya, Gus Yahya mengajak 184 orang kader NU untuk menjadi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2022-2027. Tentu, gemuknya pengurus ini untuk melakukan sesuatu yang menjangkau seluas dari warga NU. Sebab, cacah jiwa NU sekitar 120 juta sesuai survei terakhir 50,7 persen dari populasi muslim Indonesia.

"Ini jelas semua dibutuhkan lebih banyak personel, lebih banyak latar belakang keahlian kapasitas dari personel-personel yang kita ajak gabung," jelas dia.

Ia menjelaskan tantangan yang dihadapi soal ekonomi, bidang kesehatan, pemberdayaan perempuan termasuk keagamaan. Saat ini, kata dia, masyarakat menghadapi perubahan peradaban yang luar biasa dan fundamental. Sehingga dibutuhkan cara pandang yang luas sebagai upaya menjawab tantangan perubahan peradaban.

"Kita perlu mengajak bergabung intelektual power yang tersedia di kalangan NU. Kita bisa lihat dalam Rais Aam Syuriyah sekarang personel yang lebih gemuk dari biasanya, ada banyak intelektual-intelektual dari kalangan pesantren bergabung bersama yang kita butuhkan untuk membangun wacana tentang jawaban dari tantangan ini," jelasnya.


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya