Tafsir Liar Penceramah Radikal

Jemaah tertawa mendengar ceramah agama yang disampaikan ustaz. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kembali disorot karena merilis lima ciri penceramah radikal. Ciri penceramah radikal versi BNPT itu menuai kritikan karena dianggap menyudutkan umat Islam.

Ustaz Bendri Ungkap Alasan Kenapa Anak Tidak Pulang Meski Berada di Keluarga Kaya

BNPT merilis lima ciri penceramah radikal itu menyusul imbauan Presiden Jokowi. Sebelumnya, Jokowi meminta agar istri TNI-Polri tak mengundang penceramah radikal. Eks Gubernur DKI Jakarta itu menyampaikan demikian saat rapat pimpinan TNI-Polri pada Selasa, 1 Maret 2022.

Tak lama setelah imbauan Jokowi dan ciri versi BNPT, muncul daftar nama sekitar 180 mubalig yang disebut sebagai penceramah radikal dan intoleran. Ada beberapa penceramah kondang seperti Ustaz Abdul Somad, Ustaz Adi Hidayat, hingga Ustaz Felix Siauw tertulis dalam daftar tersebut. 

BNPT: Sebagian Besar Pelaku Terorisme Akibat Pengaruh Internet

Ustaz Felix menggunggah sebagian nama daftar penceramah radikal itu di akun media sosialnya. Dalam rilis itu tertulis ‘Daftar Penceramah Intoleran & Radikal. Hindari untuk Mendengarkan Apalagi Mengundang’.

Belum diketahui pihak mana yang bertanggungjawab mengeluarkan daftar itu. BNPT menegaskan tak pernah menerbitkan daftar penceramah radikal dan intoleran tersebut.

Terungkap, Galang Rencanakan Bunuh Imam Musala di Jakbar Sejak 2 Tahun Lalu

Ustaz Felix Siauw unggal daftar penceramah radikal di akun medsosnya.

Photo :
  • Instagram @felix.siauw

Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris menyampaikan rilis daftar penceramah radikal adalah hoaks "Terkait dengan list daftar penceramah (radikal) itu, BNPT tak pernah merilis. Hoaks itu," kata Irfan, Rabu 9 Maret 2022.

Irfan mengatakan, BNPT tidak punya wewenang merilis daftar ustaz radikal. Dia menjelaskan, pihaknya hanya merilis 5 ciri penceramah radikal.

Baca Juga: Begini Tanggapan UAS soal Namanya Masuk Daftar Penceramah Radikal

Menurut Irfan, 5 ciri penceramah radikal itu juga sudah berkoordinasi dengan sejumlah lembaga dan gugus tugas tokoh agama sebagai upaya menekan radikalisme. Lima ciri penceramah yang dimaksud adalah mengajarkan anti Pancasila dan pro khilafah; mengajarkan paham takfiri; sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah; sikap eksklusif; dan anti budaya/kearifan lokal keagamaan.

Direktur The Community of Ideological Islamict Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menyoroti daftar 180-an penceramah radikal dan intoleran. Dia menyebut daftar itu sebagai hoaks yang sudah melahirkan kegaduhan di dunia maya dan kehidupan nyata masyarakat.  

"Hoaks yang mendorong publik khususnya umat Islam saling mencurigai, suuzan, dan nyata mendisharmonisasi kehidupan sosial umat Islam," kata Harits, Rabu, 9 Maret 2022.

BNPT Setengah Hati

Menurut dia, segogyanya pihak kepolisian bisa aktif menelisik siapa sumber informasi hoaks tersebut. Alasannya, daftar itu sama dengan melakukan upaya fitnah terhadap sejumlah mubalig.

Pun, di sisi lain, ia menyoroti sikap ambigu BNPT terhadap masalah ini. Dia menilai lembaga itu secara implisit justru mendorong publik untuk melakukan filtering terhadap para mubalig dengan parameter ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT. 

"Fenomena seperti ini akan dinilai oleh publik semacam permainan opini dan propaganda dengan posisi BNPT sebagai konduktor atau pengaransemen baik secara terbuka maupun tertutup," tutur Harits.

Dia menyarankan agar BNPT jangan setengah hati. Kata dia, BNPT mestnya bisa membuat parameter untuk semua segmen sehingga tidak mengkerucut terbatas pada penceramah. 

Harist bilang segmen itu bisa seperti sekolah radikal, ASN radikal, akademisi radikal, pedagang radikal, petani radikal, buruh radikal, hingga pejabat radikal.

"Saya lihat ada oversimplikasi dari BNPT bahwa radikalisme pemikiran adalah akar terorisme. Biar komprehensif menjangkau semua segmen dalam proyek kontra radikalisme maka sekali lagi jangan setengah hati," jelas Harist.

Habib Luthfi bin Ali bin Yahya dan Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar.

Photo :
  • Istimewa

Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf juga ikut mengkritisi. Dia menyinggung upaya pencegahan radikalisme yang dilakukan BNPT bisa memicu kesalahpahaman dan perpecahan di tengah masyarakat.

Menurut dia, masalah pencegahan radikalisme tak bisa ditanggulangi dengan strategi yang berisiko membelah masyarakat. Ia heran dengan ciri-ciri penceramah radikal versi BNPT.

“Selain terkesan menyudutkan umat Islam, indikator yang dipaparkan BNPT cenderung sumir sehingga dapat memicu tafsir liar bagi masyarakat awam karena tidak dibarengi oleh penjelasan yang komprehensif pada setiap poin indikatornya," ujar Bukhori.

Stigma Memudar

Bukhori mengatakan wajar jika muncul kekhawatiran bahwa sejumlah indikator berpotensi disalahpahami oleh sebagian pihak. Ia cemas jika nanti perasaan saling curiga ataupun sentimen akhirnya bermuara pada disharmoni sosial.

Pun, dia menambahkan, dalam konteks global, stigma terhadap radikalisme, khususnya yang menyasar umat Islam, kian memudar. Ia mencontohkan prakarsa DPR Amerika Serikat (AS) yang juga didukung oleh Presidennya dengan meloloskan Undang-Undang Anti-Islamofobia pada 14 Desember 2021.

Selain AS, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau juga mengumumkan akan segera mengangkat duta besar khusus untuk memerangi Islamofobia.

“Masyarakat dunia telah tiba pada satu kesadaran bahwa akar dari radikalisme bukanlah agama. Narasi agama sebagai basis kekerasan yang dikemas dalam bentuk Islamofobia sudah usang di Barat maupun di belahan dunia lainnya," jelas Anggota Komisi VIII DPR itu.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pangkal radikalisme adalah ketidakadilan, baik di bidang hukum, ekonomi, sosial, dan politik. Selain itu, hilangnya kesejahteraan dan rasa aman serta munculnya rasa keterasingan di negeri sendiri juga berkontribusi terhadap munculnya bibit-bibit radikalisme. 

"Jadi, akar masalahnya bukan terletak pada agama. Benih-benih kekerasan itu dapat muncul. Salah satunya akibat kian lebarnya jurang ketimpangan ekonomi antara si kaya dan si miskin," tuturnya.

Sementara, dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga bersuara lantang. Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah Tambunan mengkritik ciri penceramah radikal versi BNPT.

Amirsyah menilai BNPT blunder terutama soal ciri pertama yang mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. 

"Kriteria pertama ini blunder karena tidak paham pada ajaran Islam seperti khilafah," kata Amirsyah, Selasa, 8 Maret 2022.

Amirsyah membandingkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila seperti komunisme yang tak pernah dijelaskan secara jujur. Dia juga menyinggung paham lain yang menyebabkan ekonomi rakyat terpuruk tapi tak pernah disebut bertentangan dengan Pancasila.

Dia menjelaskan MUI pada 2021 juga beri rekomendasi agar masyarakat dan pemerintah agar memahami jihad dan khilafah tidak dipandang negatif.

"Karena Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI ke-VII, MUI menegaskan nilai-nilai kesungguhan (jihad) dan kepemimpinan (khilafah) adalah ajaran Islam untuk mengatasi problem umat dan bangsa," jelas Amirsyah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya