Rektor IAIN Ambon Bekukan Pers Kampus Gara-gara Berita Pelecehan Seks

Sekretariat Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas IAIN Ambon.
Sumber :
  • Antara

VIVA – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas dibekukan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Zainal Abidin Rahawarin, karena dianggap mencemari nama baik kampus dalam majalah Lintas edisi ke dua yakni, ‘IAIN Rawan Pelecehan Seksual’.

10 Kampus Bisnis Terbaik Dunia Tahun 2024

“Aktivitas mereka sudah dihentikan, kemarin terakhir dan hari ini sampai seterusnya tidak boleh beraktivitas. Kalau memang mereka lakukan itu, itu secara individu tidak atas nama lembaga lagi. Jadi ilegal,” kata Wakil Rektor III, M. Faqih Seknun, di Ambon, Kamis.

Menurutnya, pembekuan ini, karena menganggap pengurus Lintas tidak dapat membuktikan kepada pihak lembaga terkait 32 kasus pelecehan seksual di IAIN Ambon.

Daftar 10 Kampus Terbaik Indonesia 2024 Versi SIR, Bisa Jadi Panduan Calon Mahasiswa Baru

“Kemarin kami sudah melakukan pertemuan dengan pengurus Lintas, dan dalam pertemuan tersebut kita minta bukti, namun mereka tidak mampu memberikan bukti. Karena itu kami merasa kecewa dan merasa mereka melecehkan dengan informasi seperti itu,” ucapnya.

Seknun menyatakan akan mengganti seluruh pengurus dan anggota Lintas dengan yang baru, untuk bekerja sama dengan lembaga, dan memajukan nama baik kampus IAIN Ambon.

Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

“LPM tetap ada, tapi pengurusnya yang kita ganti, yang bisa bekerja sama dengan kampus, yang bisa beri motivasi, yang bisa meningkatkan kualitas dan mendorong kemajuan IAIN Ambon,” ujarnya.

Sementara itu, Pemimpin Redaksi (Pemred) Lintas, Yolanda Agne, mengatakan langkah yang diambil oleh rektor IAIN Ambon kurang tepat dan tidak menyelesaikan masalah.

“Seharusnya rektor lebih bijak dalam menyikapi majalah Lintas ini. Tidak serta merta membekukan. Jadi saya kira ini langkah yang kurang tepat yang diambil oleh rektor,” kata Yolanda.

Menurutnya, langkah yang tepat harusnya pihak kampus membuat keputusan sesuai surat edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

“Jadi menurut saya seharusnya rektor bisa melihat peraturan ini dan menjalankan sesuai regulasi yang ada, bukan malah membekukan Lintas,” ujarnya.

Kata Yolanda, seharusnya rektor berterima kasih kepada lintas karena berani mengungkap 32 kasus kekerasan seksual di IAIN Ambon.

“Harusnya IAIN Ambon beri ruang aman bagi mahasiswa perempuan, bukan alihkan pandangan dari masalah ini dengan cara membekukan kita,” ucap Yolanda.

Pembredelan

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon sangat menyesali keputusan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon terkait pembekuan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas, setelah pemberitaan pelecehan seksual.

“Saya kira langkah Lembaga dalam hal ini Rektor, yang dikabarkan melakukan pembekuan atau pelarangan untuk LPM Lintas terkait pemberitaan yang mengungkap adanya tindakan asusila (pelecehan seksual) oleh beberapa oknum dosen, adalah hal yang sangat disesali,” kata koordinator Devisi Advokasi AJI Ambon, Nurdin Tubaka, kepada ANTARA, Jumat.

Menurutnya, lembaga IAIN Ambon harusnya membuat tim investigasi atau tim pencari fakta, untuk menggali informasi yang disajikan dalam edisi Lintas.

“Bukan malah membredel. Ini langkah yang menurut saya sangat tidak bijak. Kampus tidak perlu malu dengan pemberitaan semacam itu,” ucapnya.

Akibat pembekuan Lintas, Sejumlah lembaga membentuk tim advokasi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon

Lembaga tersebut diantaranya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Maluku, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ambon, LBH Pers Ambon, LBH Fakultas Hukum Universitas Pattimura, dan Gerak Perempuan Maluku.

Diketahui, Majalah Lintas menurunkan liputan khusus kekerasan seksual, yang mencatat 32 orang mengaku menjadi korban pelecehan seksual di Kampus Hijau, sebutan IAIN Ambon. Korban terdiri dari 25 perempuan dan 7 laki-laki.

Sementara jumlah terduga pelaku perundungan seksual 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. Liputan pelecehan ini ditelusuri sejak 2017. Kasus itu berlangsung sejak 2015-2021. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya