DPR Ungkap Kejanggalan Persoalan Kebun Sawit Ilegal

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi
Sumber :
  • ANTARA/Ali Khumaini

VIVA – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkebunan sawit ilegal di Indonesia.

Heru Budi: Pembayaran Lahan Proyek Normalisasi Kali Ciliwung ke BPN

“Ada beberapa kejanggalan persoalan perkebunan sawit ilegal di Tanah Air, seperti yang terjadi di Riau,“ kata Dedi dalam sambungan telepon di Purwakarta, Senin, 28 Maret 2022.

Dedi mengatakan, beberapa waktu lalu dia bersama rombongan Komisi IV DPR RI kunjungan kerja bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyegel perkebunan sawit ilegal di Riau.

Februari-Maret 2024, Satgas PASTI Blokir 537 Pinjol Ilegal

Saat kunjungan pertama untuk penyegelan, Dedi merasa optimis akan berdampak luas khususnya bagi para pemilik perkebunan sawit ilegal agar segera melakukan pembenahan mulai dari sisi administratif, membayar denda hingga membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Tetapi faktanya Bupati menyampaikan bahwa kebun yang disegel sudah bersertifikat. Pertanyaannya adalah dasar ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) mengeluarkan sertifikat dari mana? Ini kan ada dua lembaga negara, ATR/BPN dan KLHK cq Ditjen Penegakan Hukum,” ujarnya.

Pembangkangan Terhadap UU Telekomunikasi, Pengusaha Ilegal Ini Diancam Hukuman Pidana

“Satu ilegal (menurut KLHK), satu lagi (ATR/BPN) mengatakan sudah mengeluarkan sertifikat,” katanya.

Ilustrasi kelapa sawit.

Photo :
  • ANTARA/Syifa Yulinnas

Ia menilai proses keluarnya sertifikat oleh ATR/BPN itu ada prosedur yang dilanggar. Sebab perkebunan itu telah jelas melanggar hingga akhirnya disegel oleh KLHK.

Berdasarkan fakta itu,, katanya, ada pembelajaran penting yang harus dilakukan, yakni mendorong KLHK untuk berani tegas membuat laporan ke Mabes Polri terkait proses sertifikat kawasan perkebunan sawit ilegal.

“Itu bertentangan dengan undang-undang, sehingga kepala BPN yang mengeluarkan sertifikat bisa dipidana. Saya khawatir ini terjadi di berbagai tempat, bukan hanya satu sertifikat bisa jadi ratusan atau ribuan sertifikat yang melibatkan jutaan hektare tanah, dan negara dirugikan,” katanya.

Dedi juga mendapat informasi adanya persiapan korporasi berubah menjadi koperasi. Hal itu dikarenakan sesuai UU Cipta Kerja masyarakat boleh menggarap perkebunan rakyat yang luasnya tidak lebih dari 5 hektare.

“Jadi korporasi yang menanam kebun sawit ilegal itu berubah jadi koperasi, kebun sawit itu kemudian dibagi-bagi lima hektare, sehingga mereka terbebas dari denda dan pembayaran PNBP,” kata Dedi.

Ia meminta agar KLHK terbuka kepada publik mengumumkan siapa pelaku atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara akibat menjamurnya perkebunan sawit ilegal, sehingga hal itu bisa menjadi perhatian publik. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya