Survei: Mayoritas Pemudik Ingin Pemerintah Sediakan Vaksin Halal

MSI gelar konpers mengenai hasil survei opini pemudik muslim soal vaksin halal.
Sumber :
  • Dok. Media Survei Indonesia (MSI).

VIVA - Media Survei Indonesia (MSI) bekerja sama dengan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) melakukan survei mengenai opini pemudik terhadap vaksin halal pada 1-7 Mei 2022. Hasilnya, mayoritas responden mendukung adanya putusan Mahkamah Agung pada 14 April 2022 yang mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin halal.

HKTI Usulkan HPP Gabah Naik Jadi Rp6.757

Vaksinasi pemudik di Pelabuhan Merak

Photo :
  • Istimewa

Wawancara Tatap Muka

Negara Ini Tuduh Iran sebagai Negara Teroris, Kok Bisa?

Pengambilan data melalui wawancara tatap muka responden menggunakan kuesioner yang tersimpan di aplikasi. Total responden sebanyak 1.220 pemudik yang tersebar di titik-titik keberangkatan atau tempat peristirahatan pemudik, seperti Rest Area Tol Jakarta-Cikampek (Rest Area KM 57, KM 62), Rest Area Tol Jakarta-Merak (KM 43), Terminal (Kampung Rambutan, Kalideres, Pulogebang, Tanjung Priuk), Rest Area Motor Kedung Waringin Bekasi & Merak, Stasiun (Gambir, Senen), Bandara Soekarno Hatta, Pelabuhan (Merak dan Bakauheni).

Penentuan responden dilakukan secara non probabilistik dengan metode purposive sampling. Kriteria responden pemudik selain beragama Islam adalah mereka yang berusia 17 tahun ke atas dan sudah divaksin COVID-19.

Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Pekerjaan Kian Parah di Tiongkok

Hanya 1,1 Persen yang Menolak

Direktur MSI, Asep Rohmatullah, menuturkan responden yang mendukung putusan MA yang telah mewajibkan pemerintah menyediakan vaksin halal sebanyak 87,8%. Hanya 1,1% responden yang menolak. Namun, putusan MA nomor 31 P/HUM/2022 tersebut baru diketahui kurang dari seperempat responden (22,7%).

Dukungan publik, lanjut Asep, semakin dikuatkan dengan pendapat sebagian besar responden (78%) yang mengaku sangat kecewa apabila pemerintah tidak menjalankan putusan MA.

“Sebanyak 78,4% responden menyatakan sangat kecewa bila pemerintah tidak menjalankan putusan MA yang telah mewajibkan penyediaan vaksin halal untuk masyarakat muslim. Hanya 7,6% responden yang mengatakan tidak kecewa. Sisanya, 14% tidak tahu/tidak menjawab,” kata Asep dalam konferensi pers di Hotel Sofyan, Tebet, Jakarta Selatan, 13 Mei 2022.

Terancam Kehilangan Kepercayaan Publik

Asep mengatakan pemerintah terancam kehilangan kepercayaan publik apabila tidak segera menjalankan putusan MA. Hal ini terkonfirmasi bahwa mayoritas responden (89,7%) lebih banyak memilih pendapat yang menyatakan bahwa pemerintah akan kehilangan kepercayaan jika tidak menjalankan putusan MA dibanding pendapat sebaliknya yang menyatakan pemerintah tidak akan kehilangan kepercayaan publik jika tidak menjalankan putusan MA (2,4%).

“Bahkan hasil survei menunjukkan ada 57,8% responden yang sangat/cukup percaya jika ada mafia vaksin yang bermain, efek dari lambatnya pemerintah mengeksekusi putusan MA. Yang
kurang/tidak percaya sebanyak 24%. Tidak menjawab, 18,1%,” katanya.

Setuju dengan MUI

Selain itu, Asep mengutarakan hampir semua responden (92,3%) juga setuju dan mendukung pendapat Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam yang mengatakan vaksin haram tidak boleh lagi digunakan dengan alasan apapun pasca adanya putusan MA yang telah mewajibkan pemerintah vaksin halal untuk masyarakat muslim. Hanya 0,2% yang tidak setuju dan tidak mendukung.

“Mayoritas responden (92,3%) setuju dan mendukung sikap MUI. Hanya 0,2% yang tidak setuju dan tidak mendukung. Sisanya, 7,6% tidak tahu/tidak menjawab,” kata Alumni UIN Jakarta
ini.

Pendapat responden terhadap sikap MUI ini, lanjut Asep semakin ditegaskan dengan hampir seluruh responden (92.9%) yang juga setuju dan mendukung sikap YKMI terkait kewajiban pemerintah menyediakan vaksin halal dan menghentikan vaksin haram untuk warga muslim. Sisanya, 0,4% tidak setuju dan tidak mendukung sikap YKMI.

Mengenai siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap ketersediaan vaksin halal, Asep, menambahkan responden paling banyak menjawab Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab pada penyediaan vaksin halal (38,2%).

Kemudian yang menjawab Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebanyak 31,4%, lalu Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto (15,5%), Wakil Ketua Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan (3,9%), Kepala
BPOM, Penny K. Lukito (2,3%), pihak lainnya (0,4%). Tidak tahu/tidak menjawab (8,3%).

Masih Sedikit yang Tahu Soal Vaksin Halal dan Haram

Asep mengutarakan sejauh ini baru 37,3% responden yang mengetahui adanya vaksin halal dan haram. Sementara, yang tidak tahu sebanyak 62,3%. Adapun jenis vaksin yang disebut sebagai vaksin yang haram atau tidak mendapatkan sertifikat halal oleh responden adalah AstraZeneca (23,5%), Sinovac (8,6%), Pfizer (8,2%), Moderna (7,5%), Johnson-Johnson (7,3%), Sinopharm (2,2%), Zifivax (1,5%), Merah Putih (0,4%). Tidak tahu/tidak menjawab (55,8%).

“Sedangkan jenis vaksin halal yang paling banyak disebut adalah Sinovac (51,3%). Kemudian, Merah Putih (22,8%), Zifivax (9,3%), AstraZeneca (7,3%), Pfizer (4,7%), Sinopharm (4,7%), Moderna (3,4%), Johnson-Johnson (1,1%). Tidak menjawab (33,4%)”, katanya.

Saat responden ditanya lembaga manakah yang paling berhak mengeluarkan sertifikasi vaksin halal di Indonesia, Mayoritas responden (83,5%), kata Asep, menyatakan MUI. Sedangkan responden yang menyatakan Kemenag ada 10,6%, Badan halal (0,3%), pihak lainnya (0,1%), tidak menjawab (5,5%).

“Dan apabila memang sudah ada vaksin halal, hampir seluruh responden (94,1%) menyatakan pemerintah wajib menyediakannya. Hanya 5,9% yang menyatakan pemerintah tidak wajib menyediakan. Terlebih hampir semua responden (95,8%) lebih memilih vaksin halal di banding vaksin haram (0,3%), dan bila dipaksa untuk mendapatkan vaksin haram, sebanyak (84,1%) akan menolak. Yang mau menerima vaksin haram hanya (7,4%), tidak tahu/tidak menjawab (8,5%),” ujar mantan peneliti LSI-Denny JA itu.

Vaksin Halal Gratis

Selain berharap segera tersedianya vaksin halal, Asep menuturkan sebagian besar responden menginginkan vaksin halal tersebut diberikan secara gratis.

“Sebagian besar responden (72,6%) akan menolak divaksin jika harus berbayar atau tidak gratis. Hanya 14,7% yang mau divaksin meski harus membayar. Ada 12,7% yang tidak tahu/tidak menjawab,” katanya.

Terkait adanya informasi vaksin bersertifikat halal MUI seperti Sinovac, Zifivak, dan Merah Putih sedang diproduksi di Indonesia, Asep menuturkan, hanya (29,3%) responden yang mengetahui. Selebihnya (70,7%) tidak tahu. Padahal dari responden yang mengetahui mayoritas (95,8%) setuju dan mendukung diproduksinya vaksin halal tersebut sebagai karya anak bangsa. Hanya (1,9%) yang tidak setuju dan tidak mendukung.

“Dengan kata lain tingkat apresiasi publik terhadap diproduksinya vaksin halal seperti Sinovac dan lainnya sangat tinggi. Tidak menutup kemungkinan, semakin banyak yang tahu maka akan cenderung setuju dan mendukung,” kata Asep.

Vaksin Kadaluarsa

Sementara mengenai informasi yang menyebutkan adanya 50 juta lebih dosis vaksin mengandung material haram diperkirakan akan kadaluarsa pada bulan Mei tahun ini, Asep menjelaskan hanya 12,1% responden yang tahu. Sebaliknya, 87,9% mengaku tidak tahu terkait informasi tersebut.

“Dari responden yang menjawab tahu, mayoritas responden (86,5%) menolak jika 50 juta vaksin tersebut disuntikkan kepada masyarakat muslim. Hanya 10,8% yang tetap mau menerima. Dan 2,7% responden tidak menjawab,” katanya.

Dari semua responden pemudik, Asep menyatakan sebanyak 50,7% responden menyatakan sudah divaksin booster. Kemudian yang divaksin 2 kali, 39,9%, dan yang baru 1 kali 9,5%.

“Umumnya, mayoritas responden (68,1%) mengatakan kurang setuju/tidak setuju sama sekali jika vaksin booster dijadikan syarat mudik lebaran. Sebanyak 22,5% responden menyatakan sangat setuju/cukup setuju. Tidak tahu/tidak menjawab 9,2%. Bahkan responden juga tidak setuju (79,3%) bila vaksin booster dijadikan syarat administratif untuk mendapatkan pelayanan publik seperti mengurus KTP, KK, sekolah anak, bantuan sosial, dan syarat-syarat lainnya. Yang sangat setuju/cukup setuju (15,6%), tidak tahu/tidak menjawab (5,1%),” kata Asep.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya