Uji Materi UU Otsus Papua, Pemerintah Hadirkan Fahri Bachmid

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid.
Sumber :
  • Istimewa.

VIVA - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid, hadir sebagai ahli dari Presiden RI pada sidang lanjutan uji materi Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) di Mahkamah Konstitusi pada Selasa, 17 Mei 2022.

TKN Imbau Pendukung Prabowo-Gibran Tak Gelar Aksi Saat Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Ilustrasi Suasana sidang di Mahkamah Konstitusi (MK)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Pemerintah Juga Hadirkan Laica Marzuki

MK Juga Surati KPU dan Bawaslu, Bakal Bacakan Dua Putusan

Selain Fahri, ahli lainnya adalah mantan Hakim Konstitusi, Mohammad Laica Marzuki. Mereka memberikan keterangan untuk menanggapi permohonan perkara Nomor 47/PUU-XIX/2021 yang diajukan oleh Majelis Rakyat Papua (MRP).

Pembagian Kekuasaan

MK Sebut Sidang Sengketa Pileg Dimulai 29 April 2024

Fahri mengemukakan otonomi daerah pada konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia bermakna sebagai bentuk dari verdeling (pembagian) kekuasaan kepada setiap daerah-daerah dengan tetap berpegang pada kaidah kesatuan Negara dengan batasan–batasan kewenangan tertentu.

“Ketentuan norma Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (7) Jo Pasal 18 B ayat 1 UUD NRI Tahun 1945 memberikan “rules” penyelenggaraan otonomi daerah dengan prinsip desentralisasi simetris dan asimetris,” ujar Fahri dalam keterangan persnya.

Baca juga: Komjen Boy Rafli Sebut Ada Indikasi Dana Otsus Papua Bocor ke KKB

Fahri menyampaikan bahwa basis fundamental penyelenggaraan otonomi tersebut dimaksud berpijak pada konsepsi pembagian/pelimpahan kekuasaan kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pembagian kekuasaan ini dimaksudkan agar masing-masing daerah berkembang dengan mudah dan memberikan akses pelayanan dari segala sektor kebutahan masyarakat terpenuhi dengan cepat sesuai dengan kekhususan dan keragaman daerah.

Dia menjelaskan kata “dibagi” pada ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menekankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai suatu entitas yang lebih dulu ada, diksi yang digunakan oleh UUD NRI Tahun 1945 bukan dengan kata “terdiri atas/dari”.

“Hal ini disadari dengan maksud untuk menghindari pemahaman atau konstruksi hukum daerah- daerah (provinsi atau kabupaten/kota) lebih dulu ada daripada NKRI,” katanya.

Pembagian/pemberian kekuasaan pada konteks otonomi daerah tentu, disampikan Fahri, tidak dapat dimaknai sebagai distribution of power pada kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Papua adalah salah satu daerah yang diberikan otonomi khusus untuk mengatur dan mengurus secara mandiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi, meskipun corak otonominya adalah otonomi khusus.

Namun konsep dasar pemberian otonomi tersebut adalah tetap dalam kaidah dan pengaturan otonomi daerah (vide Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (7) Jo Pasal 18 B ayat 1 UUD NRI Tahun 1945).

“Otonomi khusus kepada Provinsi Papua diberikan dalam rangka melindungi dan menjunjung harkat martabat, memberi afirmasi, dan melindungi hak dasar Orang Asli Papua, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun sosial-budaya,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya