BNPT Beri Penjelasan Soal Singapura Deportasi UAS

UAS saat ditahan di Imigrasi Singapura.
Sumber :
  • Instagram @ustadzabdulsomad_official

VIVA – Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Brigjen Ahmad Nurwakhid angkat suara terkait dideportasinya Ustaz Abdul Somad atau UAS oleh petugas Imigrasi Singapura melalui Pelabuhan Tanah Merah, Singapura pada Senin sore, 16 Mei 2022.

Singapura Siap Sambut Kembali Wisatawan! STB dan GDP Venture Perbarui Kemitraan

Pihaknya memastikan, apa yang dilakukan oleh Singapura tersebut adalah kebijakan negara itu. Tidak ada intervensi terhadap itu.

“Pemerintah termasuk BNPT, menghormati setiap kebijakan yang diambil negara lain dan tidak ada upaya intervensi terkait penolakan kedatangan UAS dan rombongan tersebut. Tentu, permintaan klarifikasi terhadap hal itu sudah dilakukan oleh stakeholder terkait, dalam hal ini KBRI Singapura,” kata Nurwakhid saat dihubungi wartawan pada Rabu, 18 Mei 2022.

72 Narapidana Terorisme Ucapkan Ikrar Setia NKRI

Namun, Nurwakhid melihat kebijakan yang dilakukan oleh Singapura itu sebagai bentuk prediksi atau antisipasi dini terhadap potensi ancaman kepada negaranya. 

Di Indonesia, kata dia, pencegahan dilakukan dengan prinsip preventive strike, yakni pencegahan ancaman aksi teror sebagaimana dilakukan Densus 88 Antiteror Polri.

Deretan Negara yang Ternyata Penduduknya Paling Cepat Meninggal Dunia

“Di Singapura lebih hulu yakni pre-emptive strike, pencegahan terhadap potensi ancaman aksi yang disebabkan oleh pandangan, doktrin dan ideologi. Hal ini dilakukan karena Singapura memiliki landasan regulasi Bernama ISA (Internal Security Act) yang mencakup pelarangan ideologi, pandangan dan pemahaman radikalisme yang mengarah pada aksi terorisme,” jelas dia.

Menurut dia, Singapura berani mengambil langkah itu karena ceramah, sikap dan pandangan yang ekslusif, intoleran merupakan watak dasar dari muncul pemahaman radikal terorisme akibat doktrin al-wala wa bara maupun takfiri. Inilah yang dilihat pemerintah Singapura sebagai pandangan yang mengajarkan segreasi tidak relevan dan membahayakan negaranya yang multi ras-etnik.

“Saya melihat ini justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk melakukan pencegahan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya