Mahfud dan Yasonna Buka Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Bali

Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Bali
Sumber :
  • VIVA/ Ni Putu Putri Muliantari

VIVA – Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD bersama Menkumham Yasonna H Laoly, secara langsung datang ke Bali untuk menghadiri Simposium Hukum Tata Negara yang digelar Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).

Isi Ramalan Prabu Jayabaya yang Sebut Cerminkan Pemimpin Indonesia

Berlokasi di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Mahfud MD selaku ketua dewan pembina menyampaikan bahwa simposium ini dapat menjadi forum untuk memberi dan menerima berbagai pemikiran. 

Tentu tujuan utama untuk dapat berkontribusi, memberi sumbangsih dan pemikiran terkait penguatan fungsi Kementerian Hukum dan HAM dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum melalui peningkatan layanan ketatanegaraan. Ia berpesan agar para ahli hukum tata negara dan administrasi harus berpikir jernih.

MK Tak Pertimbangkan Amicus Curiae yang Masuk Lewat dari Tanggal 16 April 2024

"Sering kali ahli hukum terjebak pada pandangan politik yang memihak, kemudian jika terlibat dalam dukung mendukung politik maka akan berbeda," ujar Mahfud, Rabu, 18 Mei 2022.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menegaskan, agar ahli hukum jangan sampai salah dalam proses analisa. Karena dilihat kerap kali muncul sikap politik yang memihak.

Jokowi Ungkap Skandal Pencucian Uang Lewat Kripto hingga Rp 139T

Sedangkan Yasonna juga menyampaikan, lewat momentum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ini APHTN-HAN dapat menghasilkan rekomendasi bermanfaat bagi pengembangan organisasi sekaligus bagi negara.

Keberadaan APHTN-HAN dinilai sebagai wadah kolaborasi antara pemikir hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang mampu mendorong perkembangan sistem hukum nasional ke arah yang semakin baik.
Salah satu persoalan hukum yang disebut Yasonna, adalah keinginan diaspora untuk mengakomodasi Dwi Kewarganegaraan.

"Kita punya anak-anak Indonesia yang lahir. Kita masih menganut Dwi Kewarganegaraan terbatas sampai umur 21 tahun, ada keinginan ditingkatkan lagi menjadi 30 tahun dan permintaan itu harus kita bahas," tutur Yassona.

Kerap kali, pemerintah dalam hal ini Kedutaan Besar maupun Konsulat Jendral tidak mengetahui seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan. Bahkan persoalan lainnya seperti anak-anak TKI di luar negeri yang tidak memiliki dokumen sehingga perlu diverifikasi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya