Kuasa Hukum 6 Media: Karya Jurnalis Tak Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

Persidangan sidang gugatan enam media di Makassar
Sumber :
  • VIVA / Supriadi Maud (Sulsel)

VIVA – Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan kembali menggelar sidang gugatan enam media di Makassar yang dituding telah melawan hukum.

Curhat Jurnalis Asing Kala Bertugas di China

Empat dari enam media massa yang digugat di Pengadilan Negeri Makassar itu mempertanyakan perbuatan Melawan hukum atas berita yang mereka anggap berita korektif membangun.

Keempat media yang mempertanyakan gugatan itu yakni Antara News, Makassar Today, Kabar Makassar, dan RRI. Keempatnya mempertanyakan dalil perbuatan melawan hukum yang-didalilkan penggugat. Dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Makassar itu atas berita bersifat korektif membangun soal status Raja Tallo.

Atta Halilintar Bocorkan Teka-teki Bayi Adopsi Raffi Ahmad, Berasal dari Palestina?

Tim Pembela Kebebasan Pers Sulawesi Selatan Muhammad Fakhruddin

Photo :
  • VIVA / Supriadi Maud (Sulsel)

Dalam sidang lanjutan gugatan perdata terkait pemberitaan itu dipimpin langsung oleh majelis hakim dengan agenda penyampaian duplik atau jawaban balik atas replik penggugat.

Elite PAN: Megawati Berhak Ajukan Amicus Curiae tapi Hakim yang Putuskan Diperlukan atau Tidak

Dari enam media tergugat, perwakilan dari dua media yakni Terkini News dan Celebes News tidak menghadiri persidangan atau tidak menggunakan haknya di pengadilan.

Tim Pembela Kebebasan Pers Sulawesi Selatan melalui salah satu Kuasa Hukumnya Muhammad Fakhruddin, mengatakan, dalam materi gugatannya penggugat yang menyebut telah melawan hukum itu keliru. Sebab, karya yang dihasilkan media adalah karya Jurnalistik yang seharusnya sengketa produk jurnalistik diselesaikan melalui mekanisme Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, bukan dibawa ke ranah hukum.

"Perbuatan melawan hukum seperti apa? Itu karya jurnalistik. Berita itu bersifat korektif membangun, di mana ada sekelompok orang yang mengklaim sebagai turunan Raja Tallo yang mempertanyakan status Raja Tallo pada seseorang bernama M Akbar Amir. Jika merasa beritanya belum tepat silahkan gunakan Hak Jawab atau Hak Koreksi karena Undang-Undang Pers memberi ruang koreksi balik atas pemberitaan," ujarnya Fakhruddin kepada wartawan di PN Makassar, usai persidangan, Selasa 24 Mei 2022.

Fakruddin bersama Tim hukum Pembela Kebebasan Pers Sulawesi Selatan, menilai bahwa gugatan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena akan menimbulkan preseden buruk di kemudian hari.  Apalagi, menurut dia, gugatan bernilai triliunan itu bisa membangkrutkan perusahaan media yang digugat.

"Gugatan ini berbahaya apalagi penggugat tidak mengunakan UU Pers dalam sengketa berita. Ini yang mau kita luruskan," katanya.

Dia juga mengingatkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk melakukan koordinasi atau mengundang saksi ahli dari Dewan Pers setiap kali akan memutuskan kasus yang menyangkut sengketa pemberitaan.

“Keterangan saksi ahli dari Dewan Pers penting agar para hakim mendapatkan gambaran objektif tentang ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.

Fakhruddin juga menyebut jika berita tersebut awalnya diperoleh wartawan enam media dari hasil konferensi pers yang digelar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT) di Hotel Grand Celino Makassar, pada 18 Maret 2016. 

Adapun yang menjadi narasumber waktu itu yakni dua orang keturunan langsung dari Raja Tallo, H Andi Rauf Maro Daeng Marewa dan Hatta Hasa Karaeng Gajang.   

"Jadi selain jumpa pers waktu itu, upaya konfirmasi juga telah dilakukan pihak media, tetapi tidak mendapat respons dari penggugat. Dan sangat disayangkan berselang lima tahun lebih, munculah surat gugatan perdata dari M. Akbar Amir yang didaftarkan ke PN Makassar," ungkap Fakhruddin.

Lebih lanjut Fakhruddin menambahkan,  bahwa suatu berita media massa yang bersifat korektif membangun tentu bukan perbuatan melawan hukum, berbeda konteksnya jika mengandung unsur penghinaan, hujatan, pencemaran nama baik, atau perbuatan melawan hukum sejenisnya. 

Fakhruddin juga menjelaskan, perihal Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah secara jelas menegaskan bahwa Hak Jawab, Hak Koreksi, dan Kewajiban Koreksi. Tertera di Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Pers menyatakan Hak Jawab adalah  hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Kemudian, Pasal 1 ayat 12 menyatakan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Selanjutnya, Pasal 1 ayat 13 menyatakan Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu  informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.

Sehingga, menurut Fakhruddin bahwa di UU Pers jelas-jelas telah memberi ruang penyelesaian sengketa pers melalui Hak Jawab dan Hak Koreksi, apalagi hal yang dipersoalkan merupakan karya jurnalistik.

"Undang Undang Pers pun mewajibkan Pers melayani Hak Jawab dan Hak Koreksi, yang justru tidak dimanfaatkan oleh pihak Penggugat. Hal ini juga jelas pada Pasal 4 ayat (3) Undang Undang Pers menyatakan untuk menjamin Kemerdekaan Pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan  informasi," ungkapnya


Sebelumnya diberitakan, enam media massa di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, digugat perdata di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Enam media massa tersebut, yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar Today, Kabar Makassar dan RRI. 

Surat gugatan itu tercatat di PN Makassar tertanggal 31 Desember 2021, dan sejauh ini telah melalui proses persidangan beberapa kali sejak 18 Januari 2022,hingga proses mediasi.

Namun, dalam proses mediasi kedua pihak tidak menemui kesepakatan hingga PN Makassar mengagendakan sidang pembacaan jawaban para tergugat, pada Kamis 12 Mei 2022 lalu.

Diketahui, pihak penggugat menggunakan dasar dan alasan melayangkan gugatan yakni pemberitaan yang menyebut M. Akbar Amir bukan keturunan Raja Tallo. 

Berita tersebut diperoleh wartawan enam media tersebut dari hasil konferensi pers yang digelar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT) di Hotel Grand Celino Makassar, dimana yang bertindak sebagai narasumber dalam berita, yakni dua orang keturunan langsung dari Raja Tallo, H Andi Rauf Maro Daeng Marewa dan Hatta Hasa Karaeng Gajang, pada 18 Maret 2016 lalu.    

Dikutip dari materi gugatan, objek gugatan yang didalilkan sebagai perbuatan melawan hukum adalah keterangan dari Karaeng Rewa selaku sumber berita.

Hal mana terlihat dari dalil gugatan pihak Penggugat bahwa seseorang bernama Karaeng Rawa (H. Andi Rauf Maro Daeng Marewa) dalam keterangan pers menyatakan bahwa “Mengapa Akbar mengaku-mengaku di media adalah Raja Tallo, dari mana dia mengambil silsilah itu dan menobatkan dirinya sebagai raja”.
Menurut dia (Karaeng Rawa) setelah dirunut silsilah Kerjaan Tallo nama Akbar tidak masuk dalam garis langsung keturunan raja-raja, bahkan namanya tidak tertera dalam struktur kerajaan.

“Sejak kapan dirinya dinobatkan sebagai keluarga bangsawan, namanya pun bahkan tidak masuk dalam turunan keluarga. Itu kesalahan terbesarnya mengklaim jadi Raja meski saat ini zaman sudah modern,” ungkap Karaeng Rewa dalam keterangannya.

Hingga kini, sidang perkara perdata terkait pemberitaan hasil konferensi pers ini masih bergulir di PN Makassar, dan telah melewati tahapan duplik atau jawaban balik atas replik penggugat. Agenda sidang selanjutnya terkait surat menyurat (jawab menjawab) sebelum masuk pada agenda sidang pembuktian.

Penggugat menyebut enam media tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dianggap merugikan atau mencemarkan nama baik penggugat, sehingga meminta PN Makassar untuk menghukum enam media tersebut dengan membayar ganti rugi senilai Rp100 triliun. 
 

Pelaku yang terlihat warga tersebut hanya mengenakan celana dan bertelanjang dada, dan berteriak akan melompat kebawah jika warga menangkapnya, pelaku juga terlihat membawa balok dan mengayunkannya ke siapa saja. Yang mencoba mendekatinya. 

"Iya telanjang dada gitu engga pake baju. Cuma teriak-teriak," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya