Kemendagri Bantah Jutaan WNA Urus E-KTP untuk Pemilu 2024

Ilustrasi/Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP)
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Kementerian Dalam Negeri membantah isu yang menyebutkan bahwa jutaan Warga Negara Asing (WNA) memiliki KTP elektronik (KTP-el). Di mana hal tersebut disiapkan untuk agenda Pemilu 2024.

WNA Asal Rusia Kongkalikong dengan Hacker Meksiko Bobol ATM di Palembang

Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, isu tersebut berasal dari berita dua tahun silam dan kembali dikulik-kulik di media sosial.

“Isu menyebutkan bahwa WNA tenaga kerja asing (TKA) China sudah mulai dibuatkan KTP WNI dengan nama palsu untuk disiapkan pada agenda Pemilu 2024,” kata Zudan dari keterangan, Selasa, 31 Mei 2022.

Ingin Rental Mobil untuk Mudik Lebaran? Siapkan Hal Penting Ini

Zudan menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 jo UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk, setiap WNA yang punya Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) diberikan KTP-el.

"Jadi syaratnya sangat ketat, harus punya KITAP yang diterbitkan oleh Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM baru diterbitkan KTP-el oleh Dinas Dukcapil," jelasnya.

Pj Gubernur Agus Fatoni Beberkan Jurus Turunkan Kemiskinan Ekstrem di Sumsel

Adapun untuk WNA yang mengurus KTP-el, dia mengatakan sudah banyak warga negara asing yang mengurus.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemdagri Negeri Zudan Arif Fakrullah

Photo :
  • VIVA/Dwi Royanto

"Saya sebagai penanggung jawab akhir pelayanan Adminduk melihat dalam database Dukcapil Kemendagri saat ini terdapat kurang lebih 13.056 ribu WNA yang sudah mengurus KTP-el. Jadi jumlahnya tidak sampai jutaan," tegasnya.

Zudan mengungkapkan terdapat 10 negara asal WNA yang paling banyak memiliki KTP-el. Pertama Korea Selatan, Jepang, Australia, Belanda, Tiongkok, AS, Inggris, India, Jerman, dan Malaysia.

"Ada 10 negara yang warganya paling banyak punya KTP-el, yakni WNA asal Korsel yang jumlahnya 1.227 orang. WNA asal Jepang 1.057, Australia 1.006, Belanda 961, Tiongkok (China) 909, AS sebanyak 890, Inggris 764, India 627, Jerman 611 dan Malaysia 581. Sisanya dari berbagai negara lain," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya