Proses Legalisasi Dokumen Publik Asing Kini Lebih Sederhana

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly
Sumber :
  • VIVA/Ni Putu Putri Muliantari

VIVA – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI melakukan penyederhanaan proses legalisasi dokumen publik asing melalui layanan Apostille.

DJKI - Tokopedia Bantu Kembangkan Usaha Produk Indikasi Geografis

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly saat meluncurkan layanan Apostille di Bali mengatakan bahwa layanan ini merupakan pengesahan tanda tangan pejabat, pengesahan cap dan atau segel resmi dalam suatu dokumen publik melalui pencocokan dengan spesimen melalui satu instansi yakni Kemenkumham selaku Competent Authority.

"Era baru dalam legalisasi dokumen publik antar negara, Indonesia bertransformasi dari legalisasi konvensional dengan proses birokrasi yang panjang menjadi satu tahap dengan penerbitan seritfikat Apostille," kata Yasonna di Seminyak, Selasa, 14 Juni 2022.

Biaya Layanan Tokopedia Naik 9 Hari Lagi

Menkumham berharap dengan adanya layanan ini maka akan memudahkan masyarakat untuk memenuhi persyaratan legalisasi 66 jenis dokumen publik yang menjadi standar dalam pengajuan visa, pendaftaran pernikahan, persyaratan pendidikan dan pelatihan di luar negeri seperti ijazah, transkip nilai serta dokumen publik lainnya.

"Kemudahan satu langkah penerbitan sertifikat Apostille dapat langsung digunakan di 121 Negara Pihak Konvensi Apostille dan dapat mendukung lalu lintas dokumen publik antar negara menjadi lebih cepat," sambungnya.

Geger Video Mesum Napi Narkoba dengan Wanita di Ruangan Lapas, Lagi Diusut Kemenkumham

Lalu lintas dokumen publik antar negara yang dimaksud berkaitan dengan diperlukannya kecepatan termasuk urusan bisnis yang mendatangkan investasi. Maka demi mencapai hal tersebut, Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menyederhanakan proses legalisasi dokumen publik agar dapat memangkas prosedur legalisasi dokumen yang berkaitan dengan kegiatan investasi yang selama ini dianggap rumit dan panjang, serta memerlukan biaya yang tidak sedikit.

"Kebijakan pemangkasan bureaucratic red tape ini diharapkan dapat berkontribusi membangun reputasi Indonesia sebagai negara ramah investasi dan diikuti dengan meningkatnya kepercayaan pelaku bisnis untuk menanamkan modal," kata dia.

Dijelaskan Yasonna, layanan Apostille berawal dari disahkannya Convention of 5 October 1961 Abolishing the Requirement of Legalisation for Foreign Public Documents (Konvensi Apostille).

Kemudian Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres RI Nomor 2 Tahun 2021 pada tanggal 5 Januari 2021 dan membuat Indonesia bergabung menjadi negara Konvensi Apostille pada tanggal 5 Oktober 2021. 

"Keberhasilan Indonesia mengaksesi Konvensi Apostille ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengkaji manfaat konvensi-konvensi lain di bawah naungan Hague Conference on Private International Law (HCCH) sebagai organisasi internasional yang menjadi melting pot dari sistem-sistem hukum yang berbeda untuk mengembangkan dan menyusun instrumen hukum dalam rangka unifikasi dan harmonisasi hukum perdata internasional," ujarnya.

Sementara itu, Dirjen AHU Cahyo R. Muzhar membeberkan bahwa sejak layanan Apostille diberlakukan per 4 Juni 2022, tercatat sebanyak 2.918 permohonan masuk, dimana sebagian dokumen yang dimohonkan adalah dokumen notaris terkait kegiatan bisnis, dokumen pendidikan seperti ijazah dan transkrip nilai, serta dokumen kependudukan. 

Dikatakan bahwa angka ini lebih tinggi dari permohonan layanan legalisasi dengan sistem konvensional di tahun 2021, dengan rata-rata 1.913 permohonan dalam 10 harinya.

Melirik angka tersebut, pihaknya melihat bahwa adanya animo tinggi dari masyarakat dalam menyambut kemudahan Apostille, sehingga Ditjen AHU mengaku akan meningkatkan kualitas layanan Apostille manual menjadi layanan elektronik ke depan.

Baca juga: Yasonna: Pariwisata Berbasis KI Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya