Pakar Ungkap Indikasi Kode Senyap di Kasus Kematian Brigadir J

Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan pejabat Polri preskon soal kasus Brigadir J.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ilham Rahmat

VIVA Nasional – Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri menafsirkan hal yang dikatakan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa terdapat dua aspek yang membuat pengusutan kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, sulit terungkap sejak awal. Dua aspek itu yakni psikohierarkis dan psikopolitik.

“Ketika seorang Menko Polhukam berkata tentang psiko-hierarkis dan psikopolitis saya tidak akan mengatakan itu sebagai asumsi. Saya tidak akan mengatakan itu sebagai spekulasi. Tapi boleh jadi itu merupakan sebuah teori. Untuk kaliber seperti Beliau (Mahfud) tampaknya kata spekulasi (itu) merendahkan (Mahfud),” kata Reza dalam diskusi yang disiarkan YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC), Jumat, 5 Agustus 2022. 

ilustrasi 3 jenderal polisi dimutasi kasus Brigadir J

Photo :
  • VIVA

Reza mengatakan, jika dikaitkan dengan pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang meminta dukungan masif dari masyarakat untuk Polri mengungkap terang kasus ini maka ada 2 hal yang bisa dicermati.

“Pertama terkait pengungkapan kasus itu sendiri,” kata Reza. 

Namun yang paling penting yang kedua menurut Reza adalah dukungan yang diyakininya dinantikan Polri sebagaimana komitmen Listyo saat pertama kali diangkat jadi Kapolri yakni meningkatkan soliditas internal Polri.

“Soliditas internal Polri itulah yang tampaknya tanda petik sedang dipersoalkan, sedang dipertanyakan oleh Menkopolhukam lewat istilah yaitu psiko hierarkis dan psiko politik,” kata Reza. 

Reza mengungkapkan bahwa memang ada fenomena yang mewabah di banyak institusi kepolisian di banyak negara. Fenomena ini diistilahkan sebagai code of silence atau wall of silence

Sederet Kontroversi Pendeta Gilbert, Olok-olok Salat hingga Pakai Jam Harga Fortuner

“Atau saya terjemahkam secara bebas menjadi kode senyap atau tembok senyap,” kata Reza. 

Dijelaskannya, code of silence atau wall of silence adalah istilah untuk menunjuk subkultur menyimpang yang marak mewabah di institusi kepolisian yang ditandai oleh kecenderungan personel untuk menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan oleh sejawat mereka.

Perubahan Kebijakan dan Ketegasan Pemerintah Diperlukan untuk Tumpas OPM, Menurut Pengamat

Menko Polhukam Mahfud MD usai menerima kedatangan ayah Brigadir J.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Rahmat Fatahillah Ilham

“Kalau boleh jujur saya bukan orang hukum, sejak pertama kali kasus ini mengemuka di media, melintas di hati saya adakah kemungkinan bahwa kode senyap itu sedang merayap rayap di istitusi Polri dalam kasus ini? Adakah kelompok-kelompok di dalam institusi Polri, adalah sub grup di dalam Polri? Adakah klik di dalam Polri? Adakah geng di dalam Polri yang berusaha menyimpangkan ke sana dan membelokkan ke sini agar pengungkapan kasus ini tidak tuntas, tidak objektif dan tidak transparan,” kata Reza. 

Halalbihalal Lebaran Bersama Anak Buah, Irjen Sandi Beri Pesan Ini

Seiring bergulirnya perkara ini, kata Reza, hal itu pun terjawab melalui istilah yang dikatakan Mahfud MD.  Ditambah lagi keputusan Kapolri akhirnya menerbitkan
Telegram Rahasia (TR) tanggal 4 Agustus 2022. Kapolri merombak jabatan 15 personel. Lima di antaranya perwira tinggi berpangkat jenderal, sembilan perwira menengah, dan satu perwira pertama, untuk memudahkan penuntasan kasus tewasnya Brigadir J. 

“Secara tidak langsung seolah-oleh terbenarkan kekhawatiran saya bahwa kode senyap tampaknya paling tidak pernah mencoba merayap rayap untuk membelokan kasus ini,” kata Reza.

“Dari CCTV yang tersambar petirlah, CCTV hilang, handphone diganti, baju yang hilanglah dan seterusnya. Itu merupakan indikasi tampaknya kode senyap pernah mencoba untuk bermain-main dalam kasus ini. Itu terkait dengan psikohierarkis. Ada kelompok yang berusaha memberikan tekanan yang luar biasa, baik cara formal maupun informal untuk mempengaruhi, membelokan, menyimpangkan pengungkapan kasus ini,” imbuhnya.

Sementara aspek kedua yang dikatakan Mahfud membuat pengungkapan kasus Brigadir J menjadi tidak mudah yakni aspek psikopolitik. Reza menafsirkan aspek psikopolitik yang memengaruhi penanganan kasus Brigadir J adalah psiko-politik internal Polri bukan politik kenegaraan atau politik secara umum.

“Ada ungkapkan politik dengan polisi itu the twin trouble. Kembar yang bikin onar. Jadi polisi kalau sudah direcoki oleh politik, kalau polisi sudah bermain-main dengan politik, kalau polisi tidak imun dengan intervensi politik maka tinggal tunggu saja sampai kacaunya,” kata Reza lagi.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya