- VIVA/Adi Suparman
VIVA Politik - DPR menyesalkan tragedi yang terjadi pada pertandingan sepakbola di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Apalagi diketahui, terjadi berbagai tindakan represif aparat dalam kejadian yang menewaskan 125 orang tersebut.
Bencana Bagi Dunia Olahraga
“Ini adalah sebuah bencana bagi dunia olahraga. Banyak orang tua kehilangan anaknya, anak-anak kehilangan orang tuanya, dan tidak sedikit korban jiwa datang dari generasi muda harapan bangsa,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, Selasa, 4 Oktober 2022.
Telan Korban Jiwa Terbesar Kedua
Peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober lalu itu tercatat menjadi tragedi yang menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah kerusuhan di stadion sepakbola. Total ada 448 korban dalam tragedi Kanjuruhan dengan rincian 302 orang mengalami luka ringan, 21 orang luka berat, dan 125 orang meninggal dunia.
Kepolisian menembakkan gas air mata untuk menghalau supporter yang masuk ke lapangan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 itu. Bahkan gas air mata juga ditembakkan ke bangku tribun sehingga membuat penonton berlarian berusaha keluar dari stadion.
Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mengungkapkan banyaknya korban jiwa disebabkan situasi panik karena chaos hingga ada yang terinjak-injak, meski secara medis penyebab kematian diduga karena sesak napas. Dede pun mempertanyakan tindakan yang dilakukan aparat.
“Mengapa aparat menggunakan kekerasan yang begitu represif, bahkan menggunakan gas air mata,” katanya.
“Padahal sudah sejak lama FIFA melarang penggunaan gas air mata di arena pertandingan karena gas air mata bukan cuma menghalau tapi juga membuat sesak napas,” lanjut Dede.
Menurut mantan Wagub Jawa Barat ini, harus ada pertanggungjawaban dari stakeholder terkait. Khususnya, pihak-pihak yang terlibat pada penyelenggaraan pertandingan tersebut.
“Kita tidak boleh selesai hanya sampai dukacita. Harus ada yang tanggung jawab. Panitia pelaksana, PSSI, lantas aparat atas tindakan represifnya hingga sampai seperti itu,” katanya.
Berharap TGIPF Bekerja Maksimal
Komisi X DPR telah mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi atas tragedi Kanjuruhan, termasuk melibatkan Kemenpora, Komnas HAM, perwakilan suporter dan perwakilan unsur masyarakat olahraga. Oleh karenanya, Komisi di DPR yang mengurusi bidang olahraga ini pun mengapresiasi pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang dibentuk pemerintah.
“Kita harapkan TGIPF bisa bekerja maksimal mencari titik terang menelusuri secara komprehensif atas kejadian ini,” kata Dede.
Tak hanya itu, Komisi X DPR juga sepakat adanya penghentian sementara Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, serta kompetisi sejenis lainnya sampai ada perbaikan nyata terhadap tata kelola penyelenggaraan kejuaraan sepakbola. Dede mengatakan, penghentian sementara liga sepakbola menjadi penting dalam investigasi kericuhan di Stadion Kanjuruhan.
“Sebelum adanya SOP standar yang disepakati semua stakeholder termasuk pihak keamanan sebaiknya liga ditunda dulu. Masalah ini harus ditelusuri hingga ke akar-akarnya agar tidak lagi terulang peristiwa memilukan seperti ini,” kata Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Komisi X DPR pun berencana memanggil Kemenpora, Kepolisian, PSSI, PT Liga Indonesia Baru, Perwakilan Suporter, dan Panitia Pelaksana untuk melakukan rapat soal Tragedi Kanjuruhan. Rapat akan digelar sekalipun DPR akan memasuki masa reses esok hari.
Lebih lanjut, Komisi X DPR mendesak PT. Liga Indonesia Baru untuk segera memberikan kepastian jaminan asuransi terhadap hak-hak korban Tragedi Kanjuruhan. DPR juga berharap agar pemerintah segera menegakkan UU Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan serta meminta agar peraturan turunan dari UU tersebut segera diterbitkan, termasuk soal tata cara penyelenggaraan dan hak-hak keamanan bagi penonton dan suporter.
“Semoga peristiwa di Kanjuruhan menjadi yang terakhir dan tidak lagi ada kericuhan-kericuhan yang menimbulkan wajah buruk dunia persepakbolaan Indonesia,” kata Dede.