Pejabat Bea Cukai Akui Pelaku Usaha Tak Wajib Realisasikan Kuota CPO

Ilustrasi sidang di pengadilan.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA Nasional – Kepala Sub Direktorat Ekspor pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Vitha Budhi Sulistyo mengatakan bahwa pelaku usaha penerima persetujuan ekspor (PE), tidak wajib merealisasikan jumlah kuota ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunan yang didapatnya. 

Anak Buah SYL Video Call Bahas 'Orang KPK' dan 'Ketua': Siapin Dolar Nanti Kami Atur

Vitha juga menegaskan tidak digunakannya fasilitas PE bukanlah pelanggaran. Menurut Vitha pelaku usaha memiliki hak untuk menggunakan atau tidak fasilitas PE CPO.

Hal tersebut diungkapkan Vitha Budhi saat bersaksi dalam persidangan lanjutan kasus korupsi persetujuan ekspor (PE) CPO atau kasus minyak goreng di PN Tipikor. 
 

Ada Konflik di Timur Tengah, Bos BI Pede Ekonomi RI Tetap Kuat

Minyak goreng. (ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/Yeni Lestari

“Bukan pelanggaran," kata Vitha di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 28 November 2022.

Bea Cukai Lakukan Uji Coba Modul Vehicle Declaration dalam Sistem CEISA 4.0

Mulanya, saksi dikonfirmasi oleh majelis hakim, apakah kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik (domestik market obligation/DMO), menjadi salah satu hal yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait ekspor CPO. Menurut dia, DMO diatur oleh pihak Kementerian Perdagangan. Vitha menegaskan bahwa KMK hanya mengatur soal PE yang sudah diberikan oleh Kemendag.

Dia menjelaskan, pihak Bea Cukai hanya melihat PE yang diberikan Kemendag terkait pemberian izin ekspor CPO.

 "Hanya (melihat) PE-nya saja," ujarnya. "Kami di tim teknis tidak melihat jumlah realisasi atau jumlah kami hanya melihat jumlah kuota yang tersisa di-PE," kata Vitha menambahkan.

Ilustrasi kasus hukum yang disidangkan di pengadilan.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Menanggapi pernyataan saksi, Penasihat Hukum Terdakwa Master Parulian Tumanggor, Patra M Zen menilai tidak ada perbuatan melawan hukum terkait tidak digunakannya fasilitas PE.

"Bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan terkait klaim Penuntut Umum yang menyatakan ada satu Persetujuan Ekspor yang tidak digunakan," ujarnya.

Selain itu, sidang ini juga mengungkap ihwal distribusi minyak goreng dari pihak Wilmar Group melalui PT Sari Agro Tama Persada (SATP) kepada PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart).

Manager Merchandising PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Djuwita mengaku bahwa pihaknya melakukan pesanan pembelian atau Purchase Order (PO) minyak goreng ke PT SATP. 

Setelah PO dipenuhi, minyak goreng tersebut ditempatkan terlebih dahulu di gudang (distribution center/DC) milik Alfaria. Setelah itu, baru dikirimkan ke gerai-gerai Alfamart. 

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Photo :
  • ANTARA/Livia Kristianti

"Kami setelah melakukan PO ke distribuutor, distributor akan kirim ke DC kami" ujarnya.

Di sisi lain, Patra mengatakan, Wilmar Group tidak pernah melakukan penjualan langsung kepada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk dan PT Swalayan Sukses Abadi.  

"Sebagaimana fakta persidangan sebelumnya, Wilmar Group melakukan penjualan kepada PT Sari Agro Tama Persada, selaku Distributor D1," kata Patra. Alhasil, klaim dia, seluruh kewajiban merealisasikan penjualan domestik sudah dilakukan oleh Wilmar Group.

Diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun). 

Lima terdakwa dimaksud yakni ialah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. 

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

"Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya