LaNyalla: Peluang Besar RI Bisa Jadi Penyuplai Pangan ke Negara Terdampak Resesi

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
Sumber :
  • Dok. Istimewa

VIVA Nasional – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menilai ancaman resesi merupakan tantangan sekaligus peluang besar bagi Indonesia. 

Harga Emas Hari Ini 7 Mei 2024: Produk Antam dan Global Kompak Kinclong

"Untuk menjawab tantangan, Indonesia harus membentuk kekuatan berbagai komoditas pangan yang bisa masuk ke negara-negara lain yang terdampak. Tingginya kebutuhan pangan itu merupakan peluang kita," ucap LaNyalla, Minggu 4 Desember 2022.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Photo :
  • Dokumentasi DPD
Jokowi Ungkap Ketakutan Negara Dunia Saat Ini, Wamenkeu Bicara Dampaknya ke RI

Dijelaskannya, dalam prediksi BI, negara-negara besar seperti Amerika dan Eropa terjadi pelambatan. Probabilitas terjadinya resesi di AS sudah mendekati 60 persen, demikian juga di Eropa. Pemicu utamanya adalah harga energi dan bahan makanan yang tinggi, serta kebijakan moneter yang semakin mengetat. 

"Di situlah potensi Indonesia menjadi negara penyuplai pangan sangat terbuka lebar. Asalkan pemerintah serius serta didukung dengaN kebijakan makro dan mikro," kata LaNyalla.

PAN Nilai Wacana Prabowo Bentuk Presidential Club Bakal Sulit Diwujudkan

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Photo :
  • Dokumentasi DPD RI

Menurutnya, peluang tersebut juga akan mampu menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional. Otomatis dengan hal itu, Indonesia bisa menghadapi gejolak resesi, sekaligus memiliki fundamental ekonomi yang kuat.

"Kekuatan ekonomi itu bisa digunakan untuk menarik arus investasi dari negara-negara yang mengalami krisis. Karena di masa-masa krisis, investor akan mencari tempat investasi yang lebih stabil,” ucap dia.

Ancaman Resesi

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya/tangkapan layar

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan, ada lima hal yang akan diwaspadai oleh pemerintah. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang menurun akibat risiko resesi di berbagai negara khususnya Amerika Serikat dan Eropa yang diperkirakan akan terjadi pada 2023.

“Kita perlu mewaspadai lima permasalahan ini dari prospek ekonomi global. Pertama pertumbuhan menurun slow growth, risiko resesi di Amerika Serikat dan Eropa meningkat," kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu 30 November 2022.

Kedua kata Perry, inflasi yang tinggi diakibatkan oleh kenaikan harga energi dan pangan global. Di mana diketahui, hal itu terjadi akibat perang di Ukraina yang menyebabkan terhambatnya pasokan energi hingga pangan ke seluruh dunia

Ketiga, kenaikan suku bunga tinggi Bank Sentral Amerika Serikat the Fed. Tercatat, the Fed sudah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak enam kali pada 2022, hal itu dilakukan the Fed sebagai respons untuk menurunkan inflasi yang tinggi di negara itu. 

“Suku bunga tinggi Fed Fund Rate bisa mencapai 5 persen dan tetap tinggi selama tahun 2023," ujarnya.

Keempat, menguatnya dolar AS terhadap mata uang negara lainnya dalam hal ini termasuk ke negara berkembang. Sebab dengan menguatnya dolar AS akan menekan mata uang rupiah, hingga saat ini rupiah sudah mencapai Rp 15.000

"Kelima penarikan dana investor global dan mengalihkan ke aset likuiditas karena risiko tinggi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya