Ahli Sebut Alokasi BLT Bukan Kerugian Negara dari Persoalan Minyak Goreng

Minyak goreng. (ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/Yeni Lestari

VIVA Nasional – Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk bantuan langsung tunai minyak goreng (Migor) dinilai tidak bisa dikategorikan dalam kerugian negara. Pengeluaran dana APBN untuk BLT minyak goreng juga sudah ada dasar hukumnya, yakni Undang-Undang APBN. 

Mendagri Minta Pj Kepala Daerah Penuhi Kebutuhan Anggaran Pilkada 2024

Karenanya, apa yang dikeluarkan negara untuk BLT tersebut, bukan lah kerugian negara, juga bukan tindakan melawan hukum. 

Ahli Keuangan Negara Dian Puji M. Simatupang mengatakannya saat memberikan keterangan ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya atau lebih dikenal kasus Migor.

Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp 72 Triliun hingga 15 Maret 2024

Gudang Distribusi Minyak Goreng

Photo :
  • vstory

"Jadi ketika kemudian tadi jika ada alokasi terhadap bea tersebut maka sebagai pengeluaran yang sah dalam penerimaan dan pengeluaran, dan itu dinyatakan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan khususnya dalam sektor yang dimaksud," kata Dian dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 8 Desember 2022.

Luhut Jamin Pemerintah Bayar Klaim Rafaksi Minyak Goreng Rp 474,8 Miliar ke Pengusaha

Dian juga menekankan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam alokasi APBN untuk BLT minyak goreng. Sebab, dasar hukumnya jelas.

"Tidak ada perbuatan melawan hukum karena dasar hukumnya sudah ada. Di sisi lain kekurangannya tidak karena dia sendiri yang menyatakan jelas bahwa saya harus mengalokasikan. Jadi biaya-biaya yang teralokasikan dan tercatat dalam UU APBN maka itulah dasar hukum bagi pengeluaran uang. Jadi tidak bisa disebut sebagai kekurangan uang sebagai yang nyata dan pasti dari negara," kata  Dian.

Senada Dian, Ahli Keuangan Negara dari Universitas Indonesia (UI), Haula Rosdiana mengatakan bahwa metode input output atau IO tidak tepat untuk penghitungan kerugian perekonomian negara. Sementara, salah satu metode untuk perhitungan kerugian perekonomian negara dalam kasus ini menggunakan IO.

Minyak goreng di pasar tradisional Ciledug.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

"Memang cocok untuk menghitung perencanaan, tetapi bukan untuk menghitung kerugian negara. Karena, seperti kata Prof Suahazli Nazara ada keterbatasan dalam analisis input output karena terlalu banyak asumsi yang digunakan," kata Haula.

Saksi ahli lainnya, yakni mantan tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Malarangeng juga menegaskan serupa.  

Di kesaksian sebelumnya, Rizal, menyatakan bahwa BLT dapat membantu mengurangi beban masyarakat kurang mampu, mengerakkan perekonomian masyarakat, mengurangi kemiskinan,  dan yang terpenting ini ditujukan untuk terjaganya daya beli masyarakat.  

“Jelas BLT bukan kerugian, tetapi merupakan keuntungan, dimana negara hadir dalam membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya, mengurangi kemiskinan. Industri berjalan karena produknya terjual dan negara mendapatkan pemasukan dari pajak,” kata Rizal.

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Terdakwa Master Parulian Tumagor, Juniver Girsang, menilai pernyataan para ahli menegaskan tidak adanya kerugian negara dalam kasus minyak goreng. 

Jaksa Penuntut Umum tidak bisa menyematkan BLT sebagai kerugian negara akibat kelangkaan. Pasalnya, BLT sudah dianggarkan sebelum kelangkaan terjadi dan tidak terkait dengan harga minyak goreng secara khusus. 

"Tidak ada kerugian negara dalam kasus minyak goreng karena dijelaskan yang selama ini ada BLT, BLT itu sudah dianggarkan oleh negara dan kewajiban negara," ujarnya.

Apa yang dianggarkan negara untuk BLT adalah bukti hadirnya negara bagi warganya. Tidak untuk menutup kerugian akibat apa pun.

"Kalau sudah masuk APBN berarti tanggung jawab negara terhadap masyarakat, kecuali ada penyimpangan BLT itu, disitulah baru dikatakan merugikan negara, sementara BLT tidak diberikan kepada produsen," kata Juniver.

Dalam surat dakwaan Jaksa, disebutkan bahwa pada 7 April 2022, untuk menindaklanjuti arahan Presiden, Menteri Sosial menandatangani Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 54/HUK/2022 tanggal 7 April 2022 tentang Penyaluran Bantuan Program Sembako Periode April, Mei, dan Juni Tahun 2022. 

Keputusan menteri tersebut dirincikan dalam Keputusan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin No. 41/6/SK/HK.01/4/2022. Total anggaran yang ditetapkan untuk BLT khusus minyak goreng adalah Rp6.194.850.000.000.

Keluarnya bantuan Minyak goreng itu disebut-sebut sebagai penyebab mahalnya harga minyak goreng dan imbas dari pemberian fasilitas ekspor CPO. 

Disebut dalam dakwaan juga, akibat perbuatan mantan Dirjen Kemendag Indra Sari Wisnu Wardana bersama-sama dengan Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang mengakibatkan kerugian Negara seluruhnya sejumlah Rp6.047.645.700.000.

"Dari kerugian negara tersebut, terdapat kerugian negara sebesar Rp 2.952.526.912.294,45 yang merupakan Beban kerugian yang ditanggung pemerintah dari diterbitkannya PE atas perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, Grup Permata Hijau dan Grup Musim Mas.”

Jaksa Kejagung mendakwa lima terdakwa. Mereka yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. 

Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya