KPK Sita Rp1,5 Miliar Terkait Kasus Dugaan Suap Bupati Bangkalan

Ketua KPK Firli mengumumkan penangkapan Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron
Sumber :
  • Dok KPK

VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sejumlah Rp1,5 miliar dalam kasus dugaan suap lelang jabatan Bupati nonaktif Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron.

Mangkir dari Pemeriksaan, KPK Bakal Panggil Lagi Gus Muhdlor Pekan Depan

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan nantinya uang yang disita akan dijadikan alat bukti tambahan untuk memperkuat bukti perkara suap Abdul Latif.

"Dari proses penyidikan ini kami juga telah melakukan penyitaan di antaranya uang Rp1,5 miliar, yang itu menjadi barang bukti tentunya nanti dalam proses penyidikan," ujar Ali Fikri kepada wartawan, Jumat 9 Desember 2022.

Ada yang Janggal dalam Surat Sakit Gus Muhdlor, KPK: Ini Agak Lain Suratnya

Juru Bicara KPK, Ali Fikri

Photo :
  • ANTARA

Ali mengatakan pihaknya berkomitmen akan melakukan proses penyidikan perkara yang menjerat Bupati Bangkalan itu. Sejauh ini, penyidik KPK sudah memeriksa sebanyak 27 orang saksi.

Alasan Sakit, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir Panggilan KPK

Ali menjamin akan ada perkembangan signifikan dalam kasus lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten Bangkalan ini. Pihaknya terus mendalami setiap informasi dan data dari keterangan saksi-saksi, maupun alat bukti yang telah dimiliki.

"Prinsipnya, setiap proses penyidikan yang KPK lakukan tidak akan berhenti dalam satu titik informasi, tetapi terus kami kembangan dari keterangan saksi maupun alat bukti lainnya," ucap Ali.

Sebagai informasi, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebutkan bahwa Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron (RALAI) diduga menerima uang suap terkait jual beli jabatan di pemerintahannya dengan total Rp 5,3 miliar.

Firli Bahuri menjelaskan bahwa Abdul Latif selain suap jual beli jabatan, Bupati Bangkalan itu diduga mengutip fee dari sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Bangkalan, Jawa Timur.

"Turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek,” kata Firli dalam jumpa pers, Kamis 8 Desember 2022 dini hari.

Kemudian, Firli juga menjelaskan bahwa Bupati Bangkalan itu menggunakan uang suap sebesar Rp5,3 miliar untuk keperluan pribadi, salah satunya untuk survei elektabilitas.

Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron tiba di gedung KPK, Rabu malam

Photo :
  • ANtara

"Penggunaan uang-uang yang diterima oleh RALAI (Raden Abdul Latif Amin Imron) tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas," tandas dia.

Diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, Abdul Latif diduga mematok tarif yang bervariasi mulai dari Rp50 hingga 150 juta terkait perkara tersebut.

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka RALAI," kata Firli Kamis dini hari.

Selain menahan Raden Abdul Latif Amin Imron, KPK juga menahan 5 tersangka lainnya.

Adapun kelima tersangka tersebut yakni, kepala dinas di Pemkab Bangkalan, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Agus Eka Leandy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat.

Dalam kasus ini, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Achmad Mustaqim, Hosin Jamili, dan Salman Hidayat dijerat sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ra Latif sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya