Bareskrim Dinilai Harus Tetap Usut Kasus Dugaan Penipuan Pengusaha Rp 400 Miliar

Ilustrasi Gedung Bareskrim Polri
Sumber :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

VIVA Nasional – Kasus dugaan penipuan dan pemalsuan surat yang menimpa pengusaha asal Surabaya berinisial SS dengan nilai kerugian mencapai Rp 400 miliar, disebut sudah naik ke penyidikan.

27 Korban Penipuan Investasi Rp52 Miliar Geruduk Rumah Orang Tua Pelaku di Tasikmalaya

Hal itu diungkap kuasa hukum pelapor, Budi Kusumaning Atik. Pada bulan Maret 2022 dia mengatakan polisi sudah menetapkan empat orang jadi tersangka, yaitu IW, SP, VNW, dan AT. Namun pada bulan Mei 2022 terdapat putusan praperadilan dari PN Jakarta Selatan Nomor 27/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Sel yang isinya hanya mengabulkan sebagian gugatan.

Suku Bunga BI Naik, Apindo Ungkap 3 Tantangan Ini Hantui Pengusaha

Isinya yaitu hanya membatalkan status dua tersangka, yakni IW dan SP. Sedang untuk dua tersangka lain, VNW dan  AT tetap dalam status tersangka serta PN Jakarta Selatan dalam putusannya tak membatalkan Surat Perintah Penyidikan atau dalam artian, kata dia, penyidikan tetap dapat dilanjutkan.

"Kami sangat mengapresiasi setinggi-tingginya atas kinerja Polri yang sangat profesional yang dalam bekerja didasarkan atas kebenaran dan fakta-fakta hukum. Kami yakin dan sangat percaya bahwa saat ini Polri menjunjung tinggi era keterbukaan dan era Polri memberikan pengayoman kepada para pencari keadilan," kata Atik kepada wartawan, Jumat 16 Desember 2022.

Kejagung Bantah Kabar Pembukaan Blokir Rekening Harvey Moeis

Sementara, itu, pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, mengatakan Polri harus tetap tunduk pada amar putusan praperadilan.

"Apakah termohon atau penyidik telah memiliki sekurang-kurangnya dua alat bukti, dan tidak memeriksa perkara itu dari segi material sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilanjutkan penyidikannya sehingga yang besangkutan untuk ditetapkan kembali sebagai tersangka, jika alat bukti dimaksud dinyatakan telah tercukupi," kata Huda menambahkan.

Pria yang juga penasihat Kapolri ini mengatakan, sehingga apabila dalam amar putusan praperadilan mengabulkan hanya batalnya penetapan tersangka dan tidak membatalkan penyidikannya, maka sesuai dengan PERMA Nomor 4 Tahun 2016, yang menyatakan bahwa pengujian sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam sidang praperadilan hanya menguji aspek formil. 

"Ya berdasarkan PERMA No. 4 Tahun 2016 jelas ditegaskan bahwa penyidikan dapat dilaksanakan kembali dan dapat ditetapkan Tersangka kembali sepanjang penyidik telah melengkapi bukti-bukti kembali. Sehingga harus dipahami bahwa kekuatan eksekutorial suatu putusan adalah berada di Amar Putusannya. Jadi apabila amar putusan prapid hanya membatalkan penetapan tersangka dan tidak membatalkan penyidikannya maka secara hukum penyidik harus dan berkewajiban melanjutkan penyidikan," katanya.

Untuk diketahui, kasus ini berawal dari laporan yang dibuat korban ke Badan Reserse Kriminal Polri pada bulan Juli 2021 lalu. Laporan diterima dengan nomor LP/B/409/VII/2021/SPKT/Bareskrim, tertanggal 12 Juli 2021. Atik mengatakan kejadian bermula awal tahun 2018 dimana IW datang kepada SS dengan tujuan meminjam dana untuk bisnisnya. Guna meyakinkan SS, IW memberikan jaminan berupa cek tunai senilai pinjaman yang telah diberikan SS.

Setelah IW dapat pinjaman yang pertama kemudian sekitar bulan Februari, IW menemui SS lagi dan menyampaikan bahwa perusahaannya tengah dalam proses mengajukan kredit di bank, namun mengalami kesulitan untuk mendapatkan persetujuan kredit. Lalu IW meminta SS untuk membantunya. Zingkat cerita, jelas Atik, guna meyakinkan SS, IW membuat perjanjian notariil di mana IW menjamin secara pribadi atas jaminan yang diberikan SS.

"Kemudian atas hal tersebutlah membuat klien kami yakin untuk menjadi penjamin kredit," kata Atik.

Berlanjut pada sekitar April 2018, IW bersama-sama dengan SP datang ke SS dan menyampaikan bahwa perusahaan lain yang bergerak di bidang developer sedang mengalami kesulitan dana dan membutuhkan tambahan modal. Awalnya SS berkeberatan oleh karena masih ada pinjaman-pinjaman sebelumnya yang belum diselesaikan. Namun kemudian IW dan SP meminta SS untuk kembali menjadi penjamin atas kredit perusahaan lain ini yang diajukan di bank. Agar SS mau jadi penjamin, IW dan SP memberikan jaminan berupa 33 SHGB milik perusahaannya kepada SS. 

"Kemudian 33 SHGB tersebut dilekati hak tanggungan agar klien kami percaya dan yakin untuk menjadi penjamin kredit PT. GBU di bank," katanya.

Atik mengungkap kliennya pun menempuh upaya hukum dengan membuat laporan polisi di Bareskrim tanggal 12 Juli 2021 terhadap para terlapor atas dugaan tindak pidana penipuan dan pemalsuan surat. Hal itu karena tidak dikembalikannya pinjaman yang telah diberikan oleh kliennya serta terlapor tak memakai uangnya sendiri selaku debitur guna melunasi kreditnya di bank, tapi malah menggunakan jaminan milik pelapor sebagai pelunasan dan tidak ada penggantian kepada pelapor.

"Bahwa diduga para terlapor secara melawan hukum tidak beritikad untuk mengembalikan hutang kepada pelapor malah Para Terlapor membuat surat-surat yang diduga Palsu terkait "salah transfer" yang seolah-olah telah menghapuskan kewajiban pembayaran hutang dari terlapor kepada pelapor. 

"Ini jelas merupakan suatu kejahatan yang terjadi di mana jaminan Cek Tunai dan jaminan 33 SHGB yang sebelumnya diberikan oleh para terlapor kepada Pelapor untuk meyakinkan dan menjamin Pelapor ditarik kembali secara melawan hukum oleh Para Terlapor dan kini 33 SHGB itu pun malah berada di bawah penguasaan Terlapor sdr SP, terlebih Para Terlapor yang memang memiliki track record sebagai pengusaha besar di Surabaya yang membuat Klien Kami tidak ragu untuk memberikan hutang dan menjadi penjamin," ucap Atik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya